Menengok Kampung Pande Besi Tradisional di Kota Semarang

SEMARANG, Banggasemarang.id – Suara dentangan besi yang menggema di Kampung Kaligetas, Kelurahan Jatibarang, Kecamatan Mijen, Kota Semarang, mungkin adalah pemandangan biasa bagi warga setempat. Di balik dentingan besi tersebut, terdapat sebuah kampung pandai besi yang menjadi sumber kehidupan bagi seorang pandai besi legendaris bernama Juyono, yang telah menggeluti profesi ini sejak tahun 1970.

Juyono, sang pandai besi paling senior di kampung tersebut, menjadi inspirasi bagi para pandai besi lainnya. Awalnya, mereka belajar dari Juyono dalam suasana yang masih klasik, menggunakan kipas sate untuk membakar besi, namun hasil karyanya tetap menawan hati.

Produk unggulan Juyono melibatkan berbagai perkakas besi seperti linggis, pacul, kunci besi, dan arit. Menurutnya, perbedaan utama antara pandai besi dan tukang las terletak pada kemampuan pandai besi untuk menciptakan besi menjadi perkakas, bukan hanya merangkai-rangkai.

Sehari-hari, Juyono mampu menciptakan hingga 10 alat dengan kualitas yang patut diakui. Produk-produknya, yang sering diberi nama “KN III” sebagai generasi ke-3 dari Karimin, dijual di Pasar Gunungpati setiap pasaran Kliwon. Namun, tak sedikit pula pembeli yang langsung datang ke kediamannya.

Pandai besi ternyata tidak hanya mengandalkan keterampilan fisik dalam menempa besi. Juyono mengungkapkan bahwa dibutuhkan kontemplasi dan perhitungan matang untuk menciptakan perkakas terbaik. Prosesnya dimulai dengan pemilihan bahan, menggunakan lempengan besi bekas dari per daun (leaf spring) mobil karena kekuatannya yang tidak rapuh saat ditempa.

Setelah pemilihan bahan, langkah berikutnya melibatkan gambaran dan pembakaran lempengan besi di atas tungku api. Juyono menempa besi secara manual menggunakan berbagai jenis palu yang berbeda fungsi, lalu dilanjutkan dengan proses penggerindaan untuk menyempurnakan bentuk. Selesai itu, perkakas setengah jadi direndam dalam air untuk menurunkan suhu, dan dilanjutkan dengan pengasahan untuk mencapai ketajaman yang optimal.

Meski usianya tak lagi muda, Juyono berusaha mewariskan ilmu menempa besi kepada anaknya. Anaknya juga turut serta dalam kegiatan berjualan di Pasar Gunungpati setiap Kliwon. Meskipun hanya berjualan sehari dalam seminggu, produk-produk Juyono, yang dihargai antara Rp 80 ribu hingga Rp 100 ribu, cukup diminati dan cepat laku terjual.

Pelanggan setianya, seperti Jumaeri, memberikan pujian terhadap keahlian Juyono dalam menciptakan perkakas besi yang rapi dan telaten. Produk-produknya yang khas bahkan sudah terkenal di luar Jawa, bahkan pernah menciptakan pisau pesanan anak dari Presiden ke-2 Indonesia, Tommy Soeharto. Kesuksesan Juyono dalam merajut keindahan dari besi memberikan sentuhan cerita inspiratif dari kampung pandai besi di Semarang.