SEMARANG, Banggasemarang – Siapa yang tidak tahu kawasan Kota Lama. Kawasan ini banyak situs bangunan bersejarah Eropa menjadi tempat wisata bahkan beberapa beralih fungsi menjadi restoran, gallery art, hotel bahkan toko oleh-oleh.
Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang pun sudah memberikan upaya demi menjaga situs bangunan ini sehingga banyak pengunjung kota lama yang datang.
Salah satunya yakni penertiban pedagang kaki lima, pengamen, pemulung bahkan tukang becak. Di lain sisi, dampak dari penertiban ini, tukang becak di area kota lama semakin tersingkirkan.
Moch Toha (67) sudah lama berprofesi sebagai tukang becak di kawasan Kota Lama Semarang. Moch Toha sering mangkal di belakang gedung Kota Lama bersama tukang becak yang lain.
Penghasilan yang diperoleh dalam sehari berkisar antara Rp 20 hingga 80 ribu. Seiring ditertibkannya tukang becak, pengamen, pengemis di kawasan Kota Lama, profesinya pun semakin tersingkir.
Tukang becak lain, Darsono (71) juga sudah lama mencari nafkah di Kota Lama.
Selain menjadi tukang becak, Darsono juga bekerja serabutan mengangkut sayur di pasar, dan di stasiun juga merasakan dampak dari penertiban tersebut.
“Alhamdulillah walau sepi, pasti ada aja yang naik becak saya mbak. Biasanya saya mangkal di stasiun dan disini (Kota Lama) saya “ngadem”. Tutur Darsono.
Rona (27th) wisatawan Kota Lama menyampaikan dirinya juga lebih nyaman naik becak disbanding berjalan kaki, meski saat ini seiring kebijakan pemerintah, tukang becak kota lama terpinggirkan.
“Lebih suka naik becak dibanding jalan kaki, karena selain terhindar dari panas terik matahari, dapat menikmati keindahan Kota Lama dengan tarif hanya Rp20ribu saja,”kata Rona.
Tim penulis: Ronawati, Retno Triastuti, Chasna Azkiyatin Nabila