Mencoba Legitnya Bubur Serabi Bu Ponirah di Kota Semarang

SEMARANG, Banggasemarang.id – Di tengah riuhnya jajanan kekinian yang memikat perhatian banyak orang, ada sosok yang tetap setia pada tradisi, yaitu Ponirah, seorang pedagang serabi di Taman Sampangan, Semarang. Meskipun tampilannya tergolong tradisional, Ponirah tetap mempertahankan kepeduliannya terhadap warisan kuliner nenek moyang.

Meski di sekitarnya berjejer jajanan kekinian yang mungkin lebih diminati oleh generasi milenial yang berlalu-lalang, kepedean Ponirah bukan tanpa alasan. Faktanya, dagangannya tetap ramai dikunjungi oleh pelanggan setia yang tidak ragu untuk memborong jajanan tradisional yang ditawarkannya.

Ponirah adalah salah satu pedagang serabi yang kerap menggelar lapak dagangannya di sekitar area Sampangan. Jajanan khas Semarang ini telah dikenal sejak lama di kota ini. Dalam satu porsi serabi buatannya, tersaji beberapa komponen seperti serabi, bubur sumsum, dan bubur candil, semuanya disajikan dengan sentuhan klasik menggunakan daun pisang.

Penampilan Ponirah yang mempertahankan nuansa klasik menjadi daya tarik tersendiri bagi para pengunjung. Dengan tambahan barang dagang seperti kendil, panci kecil, dan srumbung daun untuk menampung serabi, lapak dagangannya selalu menjadi sorotan.

Ponirah telah berdagang sejak tahun 1995, sebelum ia memiliki anak dan kini telah menjadi nenek. Harga yang dipatok untuk setiap porsi serabinya adalah Rp 5 ribu, namun pembeli juga bisa meminta porsi tambahan atau memilih untuk membeli bubur saja.

Waktu berdagang Ponirah adalah dari pukul 15.00 hingga 18.00 WIB. Menurutnya, waktu tersebut adalah batas optimal karena jika menunggu lebih lama, santan pada jajanan tersebut bisa basi dan tidak bisa ditawar lagi.

Profesi berdagang serabi ini telah menjadi bagian dari keluarga Ponirah. Ibunya sendiri sudah menjadi pedagang serabi sejak tahun 1987, namun sayangnya ia telah tiada sejak tahun 2008.

Selain dari keluarganya, lingkungan tempat tinggal Ponirah juga dipenuhi oleh pedagang serabi. Lokasi dagangannya di Taman Sampangan dipilih dengan cermat karena sebagai pedagang makanan tradisional, mencari pelanggan bukanlah perkara mudah.

Sebelum menetap di Taman Sampangan, Ponirah berkeliling ke beberapa daerah di Kota Semarang untuk mencari pelanggan. Namun, sekitar tahun 200-an, ia merasa berjodoh dengan daerah Sampangan dan memutuskan untuk lebih sering berdagang di sana.

Meskipun berhadapan dengan persaingan yang semakin ketat, Ponirah tetap mempertahankan keaslian dalam penyajian serabi Semarang. Meski di Ambarawa, serabi mungkin berbeda dalam penyajian dan ukuran, Ponirah tetap setia pada resep dan patron sajian warisan dari ibunya.

Kisah Ponirah mengingatkan kita akan pentingnya mempertahankan warisan budaya dan tradisi di tengah arus modernisasi yang terus mengalir. Meski dagangannya klasik, namun keberadaannya membawa nuansa nostalgia dan kehangatan tersendiri bagi para pengunjung Taman Sampangan.