Banggasemarang.id – Kemajuan teknologi banyak memberi dampak bagi kehidupan masyarakat. Arus informasi yang begitu cepat terus berkembang menjadikan semua orang dapat berekspresi dan mengeluarkan pendapatnya.
Hal ini juga sekaligus memberi kemudahan akses tanpa ada batasan waktu dan tempat. Kemajuan teknologi telah masuk ke berbagai dimensi dalam kehidupan masyarakat seperti ekonomi, pendidikan, sosial dan bahkan kesehatan yang dampaknya dapat kita rasakan saat ini.
Belakang ini, isu kesehatan yang banyak dibicarakan dan diangkat adalah mental health (kesehatan mental). Mental Health telah menjadi tren di kalangan anak muda. Istilah-istilah dalam kesehatan mental juga banyak digunakan sebagai bahasa gaul dan terkadang malah berubah arti misalnya healing, insecure, overthiking, dan lain sebagainya.
Hal ini terus berkembang dan telah memperoleh banyak perhatian dalam kehidupan terutama di media sosial dan media online lainnya.
Di Instagram, tagar mental health (#mentalhealth) telah mencapai 43,7 juta unggahan, di TikTok bahkan mencapai 59,1B (Bilion/milyar) tayangan dan di Youtube telah ada 463 ribu video bertagar mental health dari 119 ribu chanel. Data tersebut menunjukkan bahwa masyarakat telah banyak mengonsumsi konten berbau mental heath.
Mental health atau dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai kesehatan mental dijelaskan oleh Kementerian Kesehatan sebagai:
“Kondisi dimana individu memiliki kesejahteraan yang tampak dari dirinya yang mampu menyadari potensinya sendiri, memiliki kemampuan untuk mengatasi tekanan hidup normal pada berbagai situasi dalam kehidupan, mampu bekerja secara produktif dan menghasilkan, serta mampu memberikan kontribusi kepada komunitasnya.”
Mental health merujuk pada kesehatan pada seluruh aspek perkembangan seseorang. Tidak hanya psikis atau kejiwaannya, akan tetapi juga pada aspek fisik. Kesehatan psikis berkaitan erat dengan kesehatan fisik, dan sebaliknya kesehatan fisik juga berpegaruh pada kesehatan psikis.
Menurut Daradjat, kesehatan mental dapat berarti keharmonisan yang terjadi dalam kehidupan seseorang yang terwujud antara fungsi-fungsi jiwa, kemampuan pemecahan masalah, serta mampu merasa bahagia dan kemampuanya secara positif (Daradjat, 1988). Sehingga lebih jelasnya kesehatan mental dapat dipahami sebagai istilah yang digunakan untuk menjelaskan kondisi kejiwaan seseorang yang mampu mengembangkan potensi diri termasuk pada aspek fisik serta kemampuan pemecahan masalah pada diri seorang manusia.
Hal ini karena orang yang memiliki kondisi kejiwaan yang baik memiliki kemampuan beradaptasi dengan lingkungan atau tekanan hidup serta mengatasi permasalahan kehidupannya.
Jika demikian upaya edukasi kesehatan mental melalui konten mental health merupakan hal yang baik. Tujuan utamanya adalah agar masyarakat mulai mampu menyadari kondisi kejiwaannya dengan mengenali gejala penyakit mental. Dimana penyakit atau masalah mental yang dulunya tersisihkan dan dianggap tidak penting bahkan tabu dapat dicegah. Akan tetapi tujuan edukasi kepada masyarakat mengenai kesadaran kesehatan mental ini malah menjadi pisau bermata dua. Tujuan baik yang ingin diangkat melalui isu mental health di berbagai konten malah memiliki bahaya.
Munculnya istilah generasi strawberry merupakan salah satu gambaran dari dampak buruk manifestasi konsumsi konten mental health yang berlebihan. Generasi strawberry merupakan istilah yang sedang tren di masyarakat baru-baru ini yang mempresentasikan kondisi generasi saat ini. Dalam sejarahnya istilah ini sudah digunakan oleh orang Taiwan yang ditujukan kepada generasi kelahiran setelah tahun 1981.
Istilah ini mengarah pada filosofi buah stroberi yang rapuh dan mudah hancur. Menurut Prof. Rhenald Kasali generasi strawberry adalah generasi yang penuh dengan gagasan kreatif tetapi mudah menyerah dan gampang sakit hati. Generasi yang menginginkan perubahan besar tetapi menuntut jalan pintas dan berbagai kemudahan.
Generasi strawberry digambarkan sebagai kondisi generasi yang tidak mampu menghadapi tekanan sosial sebagai mana generasi sebelumnya. Stoberi adalah buah yang cantik, lucu, terlihat indah dan menarik, akan tetapi sedikit saja mereka mendapat tekanan dengan mudahnya mereka akan hancur.
Generasi strawberry adalah mereka yang terlahir di lingkungan maju sehingga membuat mereka lebih kreatif, suka tantangan dan hal baru, serta memiliki ide dan inovasi. Akan tetapi mereka memiliki sifat manja dan arogan, kurang tahan banting, dan pola pikir yang terkadang tidak realistis dan sulit menerima kritik.
Kemudian, mengapa konten mental health bisa melahirkan generasi strawberry? Generasi strawberry memang tidak terbentuk hanya karena dampak buruk dari konten mental health, melainkan mereka turut terbentuk seiring dengan perubahan kondisi dan lingkungan.
Generasi ini lahir di zaman yang segalanya sudah serba mudah yang menjadikan mereka menyukai hal-hal yang praktis dan instan. Efek teknologi yang menjadikan orang-orang di generasi ini overdosis informasi, dimana mereka terlalu banyak mengkonsumsi konten-konten mental health akan tetapi mereka tidak memiliki penyaringan informasi yang baik.
Hal ini mengakibatkan dengan mudahnya mereka mempercayai informasi yang mengakibatkan terjadinya self diagnosis yang kurang tepat. Self diagnosis sangat berbahaya. Asumsi yang diambil oleh diri sendiri tanpa adanya pendampingan dari ahlinya bisa menimbulkan salah diagnosis yang malah memperparah kondisi kejiwaan seseorang. Selain itu, ternyata separuh dari konten mental health merupakan informasi yang menyesatkan.
Dalam jurnal penelitian yang dilakukan oleh Anthony Young di tahun ini mengenai analisisnya terdahap 100 konten video TikTok tentang ADHD (Attention-Deficit/Gyperactivity Disorde) yang telah dibagikan lebih dari 2,8 juta penayangan dan video tersebut rata-rata telah dibagikan rata-rata 31.000 kali pada saat itu.
Ternyata 52% atau lebih dari setengah dari video yang dianalisis dinyatakan menyesatkan. Ini hanya merupakan salah satu contoh dari satu jenis video, sedangkan pada kenyataanya ada banyak jenis konten yang telah ditonton oleh ribuan, bahkan jutaan orang. Topik kesehatan mental lainnya antara lain depresi, kecemasan, bunuh diri, dan self-harm (menyakiti diri sendiri) juga telah banyak dipublikasikan dan disebarluaskan tanpa diketahui kebenarannya.
Diagnosis yang salah akan berdampak buruk untuk kondisi psikis seseorang. Mendiagnosis diri mengidap suatu penyakit tanpa dasar informasi yang benar atau pendampingan dari ahlinya hanya akan menghasilkan asumsi yang tidak dapat dipertanggung jawabkan. Salah penyakit (baca:diagnosis) akan berdampak pada salah penanganan.
Akan baik jika ia berkonsultasi dengan ahlinya. Jika tidak ada penangan dari ahlinya self diagnosis malah akan menimbulkan kekhawatiran yang tidak perlu. Kekhawatiran yang berlebihan ini kemudian malah akan menimbulkan penyakit yang nyata. Dengan demikian bahaya dari konten mental health ini dapat membentuk karakter seseorang sebagaimana yang ada pada generasi strawberry.
Pada dasarnya tidak ada generalisasi kelompok berdasarkan generasi kelahiran. Diri kita tidak perlu melabeli diri sebagai generasi strawbery hanya karena angka tahun kelahiran. Juga, tidak perlu berkecil hati, sehingga malah ter-mindset pada diri.
Istilah generasi strawberry hanya menandai karakteristik sebagian manusia. Dewasa ini kita perlu memiliki penyaringan informasi yang baik. Memilih serta memilah konten yang kita tonton adalah hal pertama yang perlu dilakukan. Jangan mengkonsumsi informasi secara berlebihan. Kedua, tanamkan mindset positif. Usahakan untuk tidak mendiagnosis diri sendiri. Ketiga, jika merasakan gangguan (mental) segera hubungi ahli seperti psikolog.
Penulis: Rifani Raniasati (Mahasiswa UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan)