PURWOKERTO, Banggasemarang.id – Tantangan menata Pedagang Kaki Lima (PKL) di kawasan wisata Menara Teratai, Purwokerto, kini menjadi perhatian serius Pemerintah Daerah dan DPRD Jawa Tengah.
Alih-alih menggusur, wacana yang mengemuka adalah mencari solusi yang terintegrasi dan berpihak pada ekonomi rakyat. Tujuannya jelas: menciptakan ruang publik yang tertib, estetik, namun tetap inklusif.
Wakil Ketua DPRD Jawa Tengah, Setya Arinugraha, menekankan bahwa penataan ini bukan sekadar penertiban, tetapi upaya menciptakan keseimbangan antara estetika kota dan denyut nadi ekonomi lokal.
Ia melihat Menara Teratai, ikon baru Purwokerto setinggi 117 meter, sebagai potensi yang lebih besar dari sekadar objek wisata.
“Dengan penataan yang tepat, Menara Teratai dapat menjadi landmark ikonik sekaligus penggerak ekonomi lokal,” ujarnya, Jumat (11/7/2025) di Purwokerto.
Langkah-langkah strategis pun dirumuskan untuk menyelaraskan fungsi wisata dan aktivitas PKL. Beberapa di antaranya mencakup relokasi terorganisir: Memindahkan PKL ke area yang lebih teratur namun tetap strategis.

“Kemudian pembentukan paguyuban: Menjadikan para PKL sebagai mitra dengan membentuk paguyuban untuk mempermudah koordinasi dan tanggung jawab bersama,”jelas Ari.
Selain itu juga, kata dia, adalah peningkatan kapasitas, yakni dengan memberikan pelatihan manajemen usaha, pemasaran digital, hingga standar kebersihan.
Juga adalah fasilitas pendukung, dengan menyediakan sarana seragam, mulai dari gerobak hingga tenda, untuk meningkatkan estetika kawasan.
“Adopsi teknologi: Memanfaatkan aplikasi berbasis lokasi untuk memantau aktivitas PKL secara efisien dan real-time,”ungkap dia.
Selain strategi teknis, pendekatan perencanaan kota yang lebih modern turut menjadi pertimbangan. Konsep seperti mixed-use development, zonasi fleksibel, hingga urban acupuncture diusung sebagai landasan integrasi PKL.
Pendekatan ini terbukti berhasil di berbagai kota besar seperti Seoul, Bangkok, hingga Yogyakarta yang mengadopsi model Malioboro.
Namun, Arinugraha mengingatkan bahwa implementasi tidak bisa dilakukan terburu-buru. Diperlukan kajian mendalam untuk memahami alasan para PKL memilih lokasi di trotoar, sejauh mana area relokasi baru dapat dijangkau, dan seberapa layak secara ekonomi shelter yang akan disediakan. “Penataan PKL bukan sekadar penertiban, melainkan upaya menciptakan keadilan sosial dan pemberdayaan ekonomi dalam ruang publik,” tegasnya.
Dengan pendekatan holistik dan kolaboratif, kawasan Menara Teratai berpotensi menjadi percontohan nasional dalam mengelola ruang publik yang inklusif dan berkelanjutan. Penataan ini diharapkan dapat mengubah PKL dari masalah menjadi solusi, mengukuhkan Menara Teratai sebagai simbol kemajuan Purwokerto yang ramah bagi semua lapisan masyarakat.