Wisata  

Puri Gedeh, Rumah Dinas Gubernur Dengan Gaya Belanda Yang Dibangun Arsitek Indonesia

SEMARANG, Banggasemarang.id – Selain di kota tua, bangunan peninggalan masa kolonial Hindia Belanda di kota Semarang juga tersebar di beberapa kawasan lainnya. Salah satunya adalah Puri Gedeh di kawasan Tjandi Baroe, Semarang. Saat ini bangunan tersebut terdaftar sebagai cagar budaya yang difungsikan sebagai kantor Gubernur Jawa Tengah (Jateng).

Puri Gedeh berada di atas lahan seluas 400 meter persegi. Gedung ini terdiri dari tiga ruangan, yaitu ruang utama gubernur, ruang sekretariat, ruang pembantu, ruang staf, tak ketinggalan ruang untuk tamu gubernur yang bermalam.

Gedung ini dilengkapi sejumlah fasilitas untuk membantu Gubernur Jawa Tengah dalam menjalankan tugasnya. Beberapa ruangan utama tempat ini digunakan sebagai ruang pertemuan, ruang keluarga dan ruang kerja.

Puri Gedeh terletak di kota Semarang yang dibangun pada tahun 1925 pada masa penjajahan Belanda, dirancang oleh arsitek Belanda T.TH. Van Oyen dan dikontraktori oleh Liem Khoen Hwan (Liem Bwan Tjie), yang kedua namanya tertulis di sudut gedung Puri Gedeh ini. Sebelumnya, Puri Gedeh milik seorang warga negara Belanda bernama Huize Helly Anno.

Salah satu hal paling menarik dari Puri Gedeh adalah dalam proses pembangunannya dilakukan oleh salah seorang putra bangsa bernama Liem Bwan Tjie. Ia merupakan satu-satunya arsitek Indonesia yang menempuh pendidikan di Delft Technical School di Belanda dan School of Fine Arts. Sekolah seni dan arsitektur paling terkenal di Eropa pada saat itu.

Jadi Liem Bwan Tjie adalah seorang arsitek terkenal pada masa itu, jasanya banyak digunakan oleh orang-orang kaya di Hindia Belanda pada masa itu. Karya-karyanya antara lain Poeda Pajoeng (rumah dinas benteng raiders), Pabrik Kopi Margorejo di Kopeng, Vila Tan Tjoeng le di Ungaran, Vila Kwik Tjien Gwan di Tawangmangu dan masih banyak lagi. Termasuk Puri Gedeh adalah hasil karyanya. Dia juga tercatat sebagai salah seorang pelopor yang mendirikan Asosiasi Arsitek Indonesia.

Bangunan Puri Gedeh berbentuk seperti kapal yang siap lepas landas. Terletak di perbukitan Candi Baru memberikan tampilan bangunan yang gagah. Pada dinding kaki bangunan Puri Gedeh terdapat dinding batu berwarna hitam seperti pondasi, material batu belah yang di cat hitam setinggi setengah bangunan ditampilkan secara jelas pada kaki bangunan.

Karakteristik konstruksi dinding pondasi mirip dengan gaya arsitektur Karsten. Dengan dinding bagian bawah berbentuk batu hitam, Puri Gedeh tampak melayang di atas pondasi batu hitam.

Atap bangunan Puri Gedeh berbentuk pelana dengan atap genteng. Pada bagian fasad bangunan Puri Gedeh terdapat bentuk melengkung yang menonjol ke depan dan mempunyai deretan jendela mengikuti lekukan dinding fasad, namun setelah direnovasi, jendela yang dulunya dapat dibuka dan ditutup untuk ventilasi, kini telah ditutup secara permanen dengan dinding. Di atas deretan jendela yang tertutup permanen itu terdapat tulisan “Puri Gedeh” yang dulunya ditulis “Helly”.

Di lantai dasar terdapat teras yang berukuran kecil sebelum dilakukan perluasan pada saat bangunan ini berfungsi sebagai kediaman Gubernur Jawa Tengah. Layaknya ruang tamu, ruangan ini memiliki banyak ventilasi dan ruang berupa jendela-jendela besar di sepanjang dindingnya. Dengan rumah bergaya Belanda modern, tak heran jika bangunan Puri Gedeh menjadi simbol utama kawasan Candi Baru kota Semarang.

Pada saat ini, Puri Gedeh memiliki luas bangunan sebesar 6.000 m2 dan dilengkapi dengan berbagai fasilitas pendukung. Bangunan ini difungsikan sebagai rumah dinas untuk Gubernur Jawa Tengah. Gubernur pertama yang menggunakan Puri Gedeh ini sebagai tempat tinggal dinas adalah Soepardjo Roestam, yang menjabat dari tahun 1974 hingga 1982. Kemudian, gubernur-gubernur lain pun mengikuti jejaknya menggunakan Puri Gedeh sebagai tempat tinggal dinas.

Nama Puri Gedeh diberikan karena menurut KBBI, kata “Puri” memiliki makna lain sebagai Istana atau keraton, sementara kata “Gedeh” memiliki arti Besar, sehingga dapat diinterpretasikan sebagai Istana yang besar.