Wisata  

Monumen Peluru, Jejak Pertempuran yang Terlupakan di Tegal Kangkung Semarang

SEMARANG, Banggasemarang.id – Saat berbincang tentang monumen perjuangan di Kota Semarang, pikiran kita pasti langsung tertuju pada Tugu Muda yang megah. Tapi, tahukah Anda bahwa ada monumen lain yang tak kalah bersejarah, meski tersembunyi dalam keramaian kampung? Mari berkenalan dengan Monumen Peluru, saksi bisu pertempuran heroik di masa perang kemerdekaan.

Berbeda dengan Tugu Muda yang menjulang di tengah kota, Monumen Peluru berdiri kokoh di Tegal Kangkung, Kelurahan Kedungmundu, Kecamatan Tembalang. Lokasinya yang tersembunyi dari hiruk-pikuk kota membuat banyak warga Semarang bahkan tidak menyadari keberadaannya.

“Kenapa dibangun di sini? Karena dulu di sini merupakan lokasi pertempuran antara tentara pelajar melawan tentara Belanda. Banyak tentara pelajar yang gugur di sini,” ungkap Supian, seorang juru kunci makam di dekat monumen.

Meskipun Supian tidak secara resmi ditugaskan untuk merawat Monumen Peluru, dia merasa tidak tega melihat keberadaannya yang terlantar di atas lahan Pemerintah Kota Semarang. Terkadang, monumen ini bahkan menjadi sasaran penyalahgunaan oleh sejumlah warga yang datang pada malam Jumat Kliwon untuk mencari nomor togel. Akhirnya, Supian pun ikut merawatnya setelah urusannya dengan makam sesepuh warga selesai.

“Nggak terawat memang. Padahal di dekatnya ada makam sesepuh Tegal Kangkung,” keluhnya.

Sementara itu, Marlien Masiroen, salah seorang ahli waris dari Monumen Peluru, menceritakan tentang pertempuran sengit yang kemudian diabadikan menjadi monumen pada 2-3 April 1946.

“Saat itu Semarang sudah dikepung Belanda. Nggak banyak pasukan yang tersisa. Bantuan lalu datang dari Tentara Pelajar Divisi 217 Solo. Mereka naik kereta api dan turun di Stasiun Brumbung, Mranggen, lalu berjalan kaki sampai ke Tegal Kangkung,” ceritanya.

Sayangnya, keberadaan pasukan yang awalnya hanya bertugas sebagai pengintai pergerakan pasukan Belanda itu ketahuan. Pertempuran pun tak dapat dihindari. Meski ayah Marlien, Masiroen, selamat dalam pertempuran tersebut, 39 rekannya harus rela gugur. Nama Masiroen yang meninggal pada 2007 tercantum dengan haru pada Monumen Peluru.

Hingga saat ini, keluarga anggota tentara pelajar yang terlibat dalam pertempuran tersebut masih aktif mengadakan pertemuan. Dengan penuh semangat, mereka berusaha untuk menjaga dan merawat Monumen Peluru di Tegal Kangkung.

Harapan mereka sederhana, agar monumen ini lebih dikenal oleh masyarakat sebagai lambang perjuangan dahulu, di mana Tegal Kangkung menjadi saksi pertempuran hebat melawan pasukan Belanda. Sebuah kisah heroik yang semakin terangkat dan tak terlupakan.