Wisata  

Klenteng Sam Poo Kong: Jejak Sejarah yang Hidup di Tengah Kota Semarang

SEMARANG, Banggasemarang.id – Semarang, sebuah kota dengan kekayaan budaya dan sejarah yang tak ternilai, menyimpan sebuah destinasi wisata religi yang tak boleh dilewatkan, yaitu Klenteng Sam Poo Kong. Terletak di desa Bongsari, kecamatan Semarang Barat, kawasan ini tidak hanya menawarkan keindahan arsitektur khas Tiongkok, tetapi juga sebuah kisah panjang yang tersembunyi di balik dinding-dindingnya.

Bangunan Klenteng Sam Poo Kong memiliki daya tarik yang unik dengan arsitektur Tiongkok yang menghiasi setiap sudutnya. Tetapi, jangan salah, di balik kemegahan arsitektur ini, tersimpan kisah panjang tentang perjalanan Laksamana Cheng Ho pada abad ke-15.

Laksamana Cheng Ho, yang dikenal dengan perintah Dinasti Ming di bawah Kaisar Yongle, menjalankan misi diplomatik dan perdamaian pada abad ke-15. Perjalanannya membawanya ke berbagai wilayah, termasuk Indonesia. Kota Semarang menjadi salah satu tempat peristirahatan penting bagi rombongan Cheng Ho selama perjalanan mereka menuju Jawa enam abad lalu.

Tanggal pasti kedatangan armada Cheng Ho di Semarang tidak diketahui, namun para ahli sejarah meyakini bahwa peristiwa ini terjadi pada abad ke-15. Mereka tiba di kawasan Gedong Batu Simongan, yang sekarang dikenal sebagai Klenteng Sam Poo Kong, untuk beristirahat dan merawat juru mudinya, Wang Jing Hong.

Ketika Wang Jing Hong memutuskan untuk tinggal di Gedong Batu, dia mulai beradaptasi dengan masyarakat setempat. Sebelum pembangunan kuil, gua tempat armada Cheng Ho beristirahat digunakan sebagai tempat sembahyang umat Konghucu.

Pada tahun 1704, gua tersebut mengalami keruntuhan. Untuk mempertahankan jejak sejarah Cheng Ho, gua dan kuil dibangun kembali dengan nama Sam Poo Kong. Nama ini dipilih untuk menghormati panglima armada, Laksamana Cheng Ho, yang memiliki nama asli Ma San Bao. Dalam bahasa Hokkien, “Sam Poo Kong” atau “San Bao Dong” berarti “Gua San Bao.”

Pada awalnya, klenteng ini hanya merupakan bangunan sederhana dengan luas terbatas dan sering kali mendapat perlawanan dari pemilik lahan setempat. Namun, seiring berjalannya waktu, beberapa kontraktor terkenal seperti Oei Tjie Sien terlibat dalam upaya pembangunan klenteng. Oei Tjie Sien, yang merupakan salah satu orang terkaya di Asia Tenggara pada abad ke-19, adalah ayah dari Oei Tiong Ham, raja gula Hindia Belanda yang berasal dari Semarang.

Bekerja sama dengan warga Tionghoa lainnya, Oei Tjie Sien berusaha untuk membebaskan lahan di Simongan, yang sekarang menjadi kawasan Klenteng Sam Poo Kong. Dengan usaha keras, Yayasan Sam Poo Kong sekarang memiliki lahan yang luas.

Setelah masa kemerdekaan Indonesia, status Klenteng Sam Poo Kong mulai berkembang, baik dalam hal struktur bangunan maupun jumlah jamaahnya. Pada masa Orde Baru, klenteng ini mengalami berbagai dinamika dalam upayanya untuk berkembang.

Namun, setelah masa Reformasi, terjadi perkembangan pesat dalam pengembangan Klenteng Sam Poo Kong, terutama setelah Gus Dur mengakui agama Khonghucu sebagai salah satu agama resmi di Indonesia pada tahun 2002. Sejak saat itu, kawasan ini tumbuh menjadi tujuan wisata religi yang terkenal di tengah kota Semarang.

Jadi, jika Anda berkunjung ke Semarang, jangan lewatkan kesempatan untuk menjelajahi jejak sejarah yang hidup di Klenteng Sam Poo Kong. Selain menikmati keindahan arsitektur Tiongkok yang megah, Anda juga dapat merasakan aura sejarah yang tersembunyi di dalamnya.