Raden Saleh, Maestro Lukis Kelas Dunia Kelahiran Semarang

SEMARANG, Banggasemarang.id – Raden Saleh lahir di Semarang pada tahun 1811. Ia lahir dari keluarga bangsawan Jawa. Ia adalah cucu dari Sayyid Abdoellah Boestaman dari pihak ibunya. Ayahnya adalah Sayyid Hoesen bin Alwi bin Awal bin Jahja, keturunan Arab. Kedekatan keluarganya dengan Belanda memberinya akses pendidikan yang lebih mudah, sehingga Saleh dikenal karena banyak keahliannya.

Perjalanan Raden Saleh ke dunia seni lukis dimulai saat ia belajar melukis dengan pelukis Belgia A. Payen hingga sekitar tahun 1826. Ia mendapat beasiswa untuk melanjutkan studinya di Eropa. Beasiswa diterima dari inspektur kolonial Belanda, setelah tiga tahun belajar melukis dengan A. Payen. Tak hanya beasiswa, ia juga direkomendasikan kepada tokoh-tokoh penting Belanda seperti Baron Fagel, Duta Besar Belanda untuk Prancis dan Baron de Vexela, yang menumpas pemberontakan Pangeran Diponegoro di Jawa.

Pada tahun 1845 ia mulai melukis lukisan besar, Chasse au cerf, didedikasikan untuk Raja Belanda, serta untuk Chasse au tigre, dibeli pada tahun 1864 oleh Raja Louise-Philippe dengan harga yang relatif tinggi atas saran Clémentine.

Pada tahun 1847, lukisannya berjudul Perburuan Rusa di Jawa dipajang dalam pameran tahunan yang diadakan di Museum Louvre. Lukisan berukuran 293 cm x 246 cm itu disambut hangat masyarakat dan dibeli oleh Raja Louis-Philippe seharga 300 franc. Raden Saleh juga mengirimkan beberapa lukisannya kepada Raja Willem III dari Belanda dan kemudian dipamerkan di Rijksmuseum, Belanda. Pada tahun 1931, lukisan itu kembali ke Paris untuk terakhir kalinya dalam pameran kolonial.

Sayangnya, akibat kebakaran di Paviliun Belanda di Paris, banyak juga lukisan Saleh yang ikut terbakar. Namun, bakat dan ketenarannya tidak bisa menghalanginya untuk merindukan tanah air.

Ia mulai menunjukkan tanda-tanda enggan tinggal di Paris dan tidak mengurus dirinya sendiri. Ia sedih dan kesepian serta ingin kembali ke Jawa menemui keluarganya. Akhirnya pada tahun 1848, Raden Saleh kembali ke Jawa. Dia tidak pernah lagi menghubungi orang-orang yang dikenalnya di Paris.

Dua puluh tahun kemudian, pada tahun 1869, dia menghubungi Konsul Jenderal Prancis di Batavia, Duschene de Bellecourt, untuk mempersembahkan dua lukisan barunya kepada Napoleon III sebagai ucapan terima kasih atas sambutan hangat yang diberikan Prancis kepadanya.

Setelah menerima lukisan tersebut, Napoleon III segera mengirimkannya ke Capitol. Setibanya di Paris (Juni 1870), keduanya langsung dipamerkan di Istana Tuileries. Sayangnya, perang antara Prancis dan Prusia kemudian menyebabkan Istana Tuileries terbakar, bersama dengan dua lukisan Raden Saleh di dalamnya.

Pada Juli 1875, Raden Saleh kembali ke Paris untuk terakhir kalinya. Kedatangannya kurang tepat, karena saat itu adalah masa Revolusi Prancis. Namun, ia menjual lukisannya yang berjudul The Lion Hunt seharga 805.000 euro atau sekitar 966.000 dollar AS ke Jerman. Bahkan pada tahun 2011, lukisan ini dijual kembali seharga 2 juta euro.

Kisah Raden Saleh berakhir ketika ia meninggal dunia pada Jumat pagi tanggal 23 April 1880 di Bogor. Ia dimakamkan dua hari kemudian di Kampung Empang, Bogor. Sebagaimana diberitakan koran Jawa Bode, pemakaman Raden dihadiri beberapa pemilik tanah dan pejabat Belanda.

Dr Werner Kraus, kurator pameran Raden Saleh dan direktur Pusat Seni Asia Tenggara di Passau, Jerman, mengatakan saat Jawa diduduki Belanda, semangat Jawa Saleh sejak lama tidak pernah luntur. Dalam beberapa lukisan, Saleh sengaja menggambarkan kepala serdadu Belanda lebih besar dari badannya.

Saleh ingin menunjukkan jiwa Jawanya. “Pemimpin tentara Belanda yang hebat terlihat seperti raksasa jahat. Posisi Jawa yang digambarkan di sisi kanan mewakili simbol yang lebih kuat, semangat orang Jawa yang tertindas,” kata Kraus pada Pidato di Galeri Nasional di Jakarta tahun lalu.