SEMARANG, Banggasemarang.id – Mangut adalah salah satu hidangan yang banyak ditemui di wilayah Pantai Utara Jawa. Di Semarang Anda akan menemukan mangut yang sangat terkenal, yakni mangut Kepala Mangyung Bu Fat.
Kuliner ini terkenal dengan rasa pedas bumbu mangut yang membuat pelanggan berkeringat. Selain itu, restoran ini menggunakan ikan yang tidak umum diolah dengan bumbu mangut, yaitu ikan manyung.
Saat ini nama restoran tersebut telah menjadi salah satu referensi banyak orang ketika mencari makanan di Semarang. Hingga saat ini, warung ndas Manyung Ibu Fat telah membuka tiga cabang di wilayah Semarang.
Warung makan ini selalu ramai setiap harinya. Bahkan, saat jam makan siang seringkali pelanggan harus menunggu untuk mendapatkan kursi, terutama di warung pusatnya di Jalan Ariloka, Semarang Barat.
Banyak penghargaan yang telah diperoleh, seperti runner-up Pelestari Kuliner Nusantara versi Festival Bango. Kemudian beberapa penghargaan sebagai kuliner klasik dari pemerintah Provinsi Jawa Tengah, dan Kota Semarang.
Berbagai tokoh terkenal seperti Yovie Kahitna, Ganjar Pranowo, Sudjiwo Tedjo, Yuni Sara, Tjahjo Kumolo, Bondan “Maknyus”, hingga Menlu Retno Marsudi pernah mencicipi pedasnya kuah manyung ini.
Rumah makan ini didirikan pada tahun 1969 di ruang berukuran 3×3 meter. Warung ini dirintis oleh Fatimah, dan sekarang dikenal dengan sebutan “Bu Fat”. Rasa makanan khas Kepala Manyung Bu Fat telah bertahan selama tiga generasi atau hampir 50 tahun. Salah satu penerusnya adalah cucu Fatimah, yaitu Winda Riskayani.
Bahan dasar ikan yang tidak populer
Ikan Manyung adalah ikan laut yang pada umumnya dagingnya digunakan untuk ikan asin jambal roti. Telah sekian lama ikan ini tidak populer, jarang yang mau mengasap apalagi dimasak dengan berbagai rempah-rempah, dibandingkan dengan ikan-ikan besar lainnya.
Gurih dan padat dagingnya menjadi alasan Fatimah untuk memasak kepala dan daging ikan manyung ini. Warung Bu Fat mendapatkan ikan manyung dari perairan Jepara, Cirebon, sampai Banyuwangi. Lalu ikan diasap di pusat pengasapan ikan Demak, untuk kemudian diolah dengan rempah-rempah ala Bu Fat.
Pada tahun 1970-1980-an, Bu Fat mencoba mengolah ikan manyung dengan teknik pengasapan dan kuah mangut yang pedas. Menu tersebut kemudian diikutkan pada kompetisi di beberapa acara memasak tingkat Kota Semarang. Tak disangka lidah juri pun terpesona dengan rasanya. Makin lama, respon baik berdatangan. Banyak yang suka dan kuliner ini makin banyak dicari orang.
Menjaga kelestarian hingga tiga generasi
Menjaga warisan resep selama hampir setengah abad bukanlah tugas yang sederhana bagi keluarga Fatimah. Bagi Winda, ketekunan adalah kunci utama dalam menjaga rasa ikan manyung tetap autentik.
Ikan yang ia pilih masih berasal dari sumber yang sama seperti puluhan tahun yang lalu, yaitu perairan Pantai Utara. Bumbu yang digunakan juga tetap tidak berubah. Ia mengakui bahwa ia dapat menghabiskan lima kilogram cabai rawit dalam sehari untuk hidangan ikan manyung tersebut.
Ikan manyung segar diasap di pusat pengasapan ikan Demak, kemudian dibawa ke dapur untuk dicampur dengan tumisan kuah mangut. Winda mengaku turun langsung untuk melihat proses pembuatan kuah yang khas tersebut.
Ikan dan cabai dimasukkan terakhir, saat bumbu kuah sudah teraduk rata. Hal ini menurutnya agar rasa pedas dari cabai terasa lebih dominan. Kemudian ikan dimasak dalam rendaman kuah tersebut selama kurang dari 30 menit.
Setiap hari, satu warung ini menghabiskan sekitar 100 porsi ikan manyung. Satu porsi kepala, dijual dengan harga Rp 85.000-Rp 415.000 sesuai berat dan porsi yang diinginkan, ada yang porsi kecil hingga double jumbo.
Bagi Anda yang ingin mencoba kuliner yang terkenal ini, dapat mengunjungi tiga lokasi Restoran Kepala Manyung Bu Fat, yaitu di Jalan Sukun, Banyumanik, dan Jalan Ariloka, Krobokan Semarang Barat, pada jam 07.00-19.00 WIB.