Musa dan Rahasia Langit di Jalan Sehat Muhammadiyah Semarang: Dari Debu Jalanan Menuju Karpet Masjidil Haram

Di antara riuh rendah 20.000 pasang kaki yang kelelahan, ada doa-doa yang merayap sunyi, terselip di balik saku seragam hijau-biru dan genggaman jemari yang berkeringat.

TANGIS HARU DI BALAI KOTA Mahasiswa Unimus, Musa, menutup wajahnya karena tak kuasa menahan tangis saat nomor undiannya terpilih sebagai pemenang hadiah umroh gratis dalam acara Jalan Sehat Milad ke-113 Muhammadiyah di halaman Balai Kota Semarang. Musa menjadi satu dari empat peserta yang mendapatkan "tiket undangan" ke Tanah Suci di tengah ribuan massa yang memadati lokasi, meski di bawah terik matahari yang menyengat. (Foto: Rizo Zakaria)

SEMARANG, Banggasemarang.id – Matahari tepat berada di atas ubun-ubun saat aspal halaman Balai Kota Semarang mulai memancarkan uap panas yang menyengat. Di antara riuh rendah 20.000 pasang kaki yang kelelahan, ada doa-doa yang merayap sunyi, terselip di balik saku seragam hijau-biru dan genggaman jemari yang berkeringat.

Bagi sebagian orang, kemeriahan Jalan Sehat Muhammadiyah Semarang dalam rangka Milad ke-113 Muhammadiyah hanyalah perayaan tahunan biasa. Namun bagi Musa, seorang mahasiswa Unimus, pagi itu adalah momen di mana garis hidupnya bersinggungan dengan mukjizat yang tak pernah ia duga sebelumnya.

Gemetar di Balik Selembar Kertas

Saat panitia mulai membacakan nomor undian untuk hadiah umroh gratis di puncak acara Jalan Sehat Muhammadiyah Semarang, suasana mendadak senyap. Musa berdiri mematung di tengah kerumunan. Ketika deretan angka dari pengeras suara terdengar identik dengan sobekan kertas di tangannya, dunia seolah berhenti berputar.

Ia tak berteriak. Ia justru menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan, bahunya terguncang hebat. Air matanya tumpah, membasahi wajah yang memerah karena panas dan haru. Dengan langkah gemetar, ia naik ke panggung utama Jalan Sehat Muhammadiyah Semarang untuk menerima penghargaan tersebut.

“Ini beneran saya yang dapat?” bisiknya serak, menatap simbolis hadiah yang akan membawanya terbang melintasi samudera menuju Ka’bah. Di mata Musa, kertas kecil itu adalah tiket undangan resmi dari Sang Khalik.

Doa dari Sudut Rusunawa

Cerita tentang keajaiban tak berhenti di Musa. Di sudut lain, ada Zaenal Arifin, pria paruh baya penghuni Rusunawa Kudu yang turut memadati rute Jalan Sehat Muhammadiyah Semarang. Sebagai pekerja keras, menabung untuk biaya umroh mungkin terasa seperti mimpi yang terlampau tinggi. Namun, di hadapan ribuan peserta, Zaenal membuktikan bahwa ketulusan doa mampu menembus batas ekonomi.

Keajaiban di Tengah Terik

Lalu ada Aisyah Sakwela Aruna. Siswi SMP Muhammadiyah 6 Semarang ini nyaris menyerah karena cuaca ekstrem. Namun, di sakunya ada amanah: selembar kupon titipan sang nenek yang tak kuat mengikuti jalur Jalan Sehat Muhammadiyah Semarang sampai tuntas. Saat namanya dipanggil, wajah layunya mendadak bercahaya. Kupon titipan itu ternyata menjadi pintu pembuka menuju Tanah Suci.

Menabur Manfaat di Milad ke-113

Selain mereka, Naneng Erfana dari Wonolopo juga turut merasakan keberkahan hari itu. Keempat sosok ini menjadi simbol hidup dari semangat Milad ke-113 Muhammadiyah yang konsisten menebar manfaat.

Kini, aspal Balai Kota bukan lagi sekadar saksi bisu kelelahan fisik peserta Jalan Sehat Muhammadiyah Semarang. Bagi para pemenang, setiap tetes keringat yang jatuh telah berubah menjadi saksi perjalanan spiritual yang akan segera mereka tempuh menuju Baitullah. (Rizo Zakaria)