Resmikan Batik Windasari, Gubernur Luthfi Dorong UMKM Batik Sragen Jadi Motor Penggerak Ekonomi Lokal

Gubernur menilai, kehadiran usaha seperti Batik Windasari membuktikan bahwa ekonomi rakyat berbasis budaya mampu tumbuh di tengah tantangan global.

Gubernur Ahmad Luthfi meresmikan UMKM Batik Windasari di Sragen (30/10/2025). Gubernur menegaskan batik bukan sekadar pakaian, tapi "warisan leluhur yang harus dilestarikan," sekaligus motor penggerak ekonomi lokal. (Foto: Dok. Humas Pemprov Jateng)

SRAGEN, Banggasemarang.id – Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi, meresmikan UMKM Batik Windasari di Desa Kliwonan, Kecamatan Masaran, Kabupaten Sragen, pada Kamis, 30 Oktober 2025.

Dalam kunjungan tersebut, Gubernur mendorong pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) batik agar menjadi motor penggerak ekonomi lokal berbasis budaya, sembari menjamin warisan leluhur tetap lestari.

Di hadapan para perajin, Luthfi menyebut industri batik merupakan sektor kreatif yang juga menjadi sumber penghidupan ribuan warga di Sragen. Ia memuji inisiatif pemilik Batik Windasari yang mengumpulkan perajin di satu lokasi produksi.

“Kami hari ini bangga sekali, baru pertama kali saya meresmikan UMKM batik. Karena kita mengetahui, bahwa batik itu tidak hanya pakaian, tapi merupakan warisan leluhur yang harus dilestarikan,” ujar Luthfi.

Gubernur menilai, kehadiran usaha seperti Batik Windasari membuktikan bahwa ekonomi rakyat berbasis budaya mampu tumbuh di tengah tantangan global.

Untuk itu, ia berharap sektor batik terus diperkuat dengan dukungan akses permodalan, pelatihan, dan promosi.

“Semoga dengan diresmikannya UMKM ini akan memberikan khasanah bagi UMKM kita dan kesejahteraan bagi perusahaan maupun karyawan di tempat kita,” tutur Luthfi.

Dalam upaya memperkuat daya saing sektor ini, Luthfi menyoroti strategi pemasaran dan promosi. Ia secara eksplisit meminta agar acara khusus batik lebih sering digelar guna memperluas akses pasar dan memperkuat posisi UMKM batik.

“Saya minta, sering-seringlah mengadakan event terkait dengan UMKM batik. Tidak usah dicampur jualan batik dengan yang lain. Kalau UMKM ini jualan batik semua, nanti kita bisa bersaing,” kata Luthfi.

Ia optimistis, dengan karakteristik batik yang beragam di 35 kabupaten/kota, Jawa Tengah berpotensi besar menjadi pusat ekonomi kreatif berbasis budaya.

Di sisi lain, perajin batik yang bekerja di Batik Windasari menyampaikan harapan mereka. Waginem (58), yang telah membatik selama tiga dekade, mengaku penghasilannya tidak menentu, tergantung jumlah pesanan.

“Upah membatik tidak pasti, kadang banyak, kadang sedikit, tergantung batiknya. Kalau harian, upahnya Rp40 ribu. Semoga batiknya lancar terus, bisa diteruskan anak cucu,” ujarnya.

Perajin lain, Siti Rohani, menambahkan bahwa sistem kerja borongan memberi pilihan bagi mereka untuk bekerja dari rumah, sementara upah borongan untuk sepotong batik bisa mencapai Rp300 ribu. Harapannya, sektor batik bisa maju agar karyawan mendapat upah yang lebih baik.