Wakil Ketua DPRD Jateng Soroti 3.028 Kasus HIV/AIDS Baru, Desak Penguatan Pencegahan dan Edukasi Antistigma

Penekanan ini penting guna mendukung target nasional Three Zero pada tahun 2030, yaitu tidak ada lagi infeksi baru, kematian, dan stigma.

Wakil Ketua DPRD Jateng, Setya Arinugroho, soroti 3.028 kasus baru HIV/AIDS di Jateng (Jan-Juni 2025). Ia mendesak penguatan layanan VCT dan edukasi untuk menekan penularan, terutama di kelompok usia produktif (26-58 tahun).

SEMARANG, Banggasemarang.id – Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Tengah, Setya Arinugroho, mendesak Pemerintah Provinsi (Pemprov) untuk memperkuat langkah pencegahan dalam menekan penularan HIV/AIDS di tengah lonjakan kasus baru.

Penekanan ini penting guna mendukung target nasional Three Zero pada tahun 2030, yaitu tidak ada lagi infeksi baru, kematian, dan stigma.

Setya Ari menyampaikan hal tersebut menyusul tingginya penambahan kasus HIV/AIDS di Jawa Tengah yang mencapai 3.028 kasus baru selama periode Januari hingga Juni 2025. Data juga mencatat 22.410 Orang dengan HIV/AIDS (ODHIV) masih rutin mengakses pengobatan antiretroviral (ARV).

“Kasus baru masih terus bermunculan. Ini menunjukkan bahwa upaya pencegahan belum sepenuhnya optimal. Pencegahan harus diperkuat agar laju penularan dapat ditekan,” ujar Setya Ari saat diwawancarai, Senin, 27 Oktober 2025.

Ia menyoroti bahwa mayoritas kasus baru (sekitar 73 persen) tercatat pada kelompok Lelaki Seks Lelaki (LSL) dengan penderita yang berada pada usia produktif, yakni 26–58 tahun. Angka ini menjadi peringatan bahwa pencegahan harus berjalan lebih efektif di lapangan.

Pemprov Jateng didorong bersinergi lintas OPD dengan pegiat HIV/AIDS. Wagub Taj Yasin: “Sinergi ini perlu diperluas agar persentase penderitanya semakin kecil,” mendukung upaya pencegahan dan perluasan tes yang merata di daerah.

Untuk memutus mata rantai penularan, Setya Ari menilai perluasan layanan Voluntary Counseling and Testing (VCT) dan mobile VCT harus diteruskan agar deteksi dini berjalan maksimal. Namun, ia mengakui adanya potensi fenomena gunung es karena masih banyak masyarakat yang enggan melakukan tes.

Selain teknis deteksi, politisi PKS tersebut menegaskan bahwa stigma dan diskriminasi menjadi hambatan utama dalam pencegahan HIV/AIDS.

“Stigma membuat banyak orang takut memeriksakan diri atau menjalani pengobatan. Padahal keterbukaan adalah langkah awal pencegahan,” tegasnya.

Menurut Setya Ari, keberhasilan penanggulangan sangat ditentukan oleh dukungan masyarakat. Tanpa penerimaan sosial, upaya teknis di lapangan tidak akan berjalan maksimal.

Secara terpisah, Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen, menyampaikan bahwa Pemprov mendorong Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk bersinergi dengan para pegiat HIV/AIDS.

“Sinergi ini perlu diperluas agar persentase penderitanya semakin kecil,” ujar Taj Yasin.

Setya Ari menutup penyampaiannya dengan menekankan pentingnya konsistensi program pencegahan, perluasan tes, dan edukasi antistigma.

“ODHIV berhak atas layanan kesehatan dan kehidupan sosial tanpa stigma. Dengan langkah pencegahan yang kuat, ditopang edukasi dan tes yang merata, mata rantai penularan bisa diputus,” pungkasnya.