Ditjen PPTR Selenggarakan PIJAR DIALOGUE 2025, Bahas Penilaian Perwujudan Rencana Tata Ruang

Kegiatan ini bertujuan untuk menyampaikan capaian kinerja dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya Penilaian Perwujudan RTR.

Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang (Ditjen PPTR) menyelenggarakan PIJAR DIALOGUE 2025 di Jakarta. Acara ini fokus membahas penilaian Rencana Tata Ruang (RTR) untuk mengevaluasi capaian kinerja dan mengatasi ketidaksesuaian pemanfaatan ruang akibat dinamika pembangunan.

JAKARTA, Banggasemarang.id – Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang (Ditjen PPTR), Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menyelenggarakan PIJAR DIALOGUE 2025 dengan fokus pada penilaian perwujudan Rencana Tata Ruang (RTR).

Acara yang berlangsung secara hibrida ini digelar di Jakarta, Jumat (12/9/2205) ini dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan dari kementerian, lembaga, pemerintah daerah, asosiasi, hingga akademisi.

Kegiatan ini bertujuan untuk menyampaikan capaian kinerja dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya Penilaian Perwujudan RTR.

Dalam sambutannya, Direktur Jenderal PPTR, Jonahar, menjelaskan bahwa penilaian ini penting sebagai dasar evaluasi, tinjauan kembali, revisi RTR, serta penyusunan kebijakan sektoral.

Hal ini disebabkan proses pembangunan berpotensi menimbulkan ketidaksesuaian pemanfaatan ruang akibat dinamika perubahan ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan.

Senada dengan hal tersebut, Direktur Jenderal Tata Ruang, Suyus Windayana, yang mewakili Menteri ATR/Kepala BPN, menekankan bahwa pertumbuhan penduduk dan pembangunan infrastruktur menimbulkan tekanan pada pemanfaatan ruang.

Oleh karena itu, pengelolaan tanah dan ruang yang bijaksana menjadi faktor penting bagi keberlanjutan bangsa.

PIJAR DIALOGUE 2025 dibagi menjadi dua sesi panel diskusi. Sesi pertama membahas optimalisasi pengendalian pemanfaatan ruang dengan narasumber dari Kementerian ATR/BPN, Kementerian Dalam Negeri, dan praktisi di bidang tata ruang.

Para narasumber menyoroti tantangan seperti perbedaan nomenklatur kelembagaan di daerah dan minimnya alokasi anggaran untuk program pengendalian pemanfaatan ruang.

Pada sesi kedua, dipaparkan pelaksanaan penilaian perwujudan RTR di daerah, dengan studi kasus dari Kabupaten Morowali dan Kabupaten Sleman.

Dari data yang dipresentasikan, kedua kabupaten tersebut menunjukkan hasil yang bervariasi, dengan sebagian besar perwujudan struktur dan pola ruang masih dalam kategori “belum terwujud”.

Menanggapi hasil tersebut, Penata Ruang Ahli Utama Kementerian ATR/BPN, Andi Tenrisau, menyatakan bahwa hasil penilaian ini harus ditindaklanjuti dengan rekomendasi, mekanisme insentif dan disinsentif, serta digunakan sebagai dasar penertiban pemanfaatan ruang.

Acara ditutup oleh Direktur Pengendalian Pemanfaatan Ruang, Aria Indra Purnama, yang berpesan bahwa penilaian perwujudan RTR bukanlah beban, melainkan bagian penting dari proses penyusunan RTR yang tepat sasaran.

Ia juga mengusulkan agar kewenangan kelembagaan penataan ruang di daerah diatur kembali dalam revisi Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 untuk mengatasi masalah kewenangan dan anggaran. Seluruh peserta menyambut baik inisiatif ini untuk mewujudkan tertib tata ruang di seluruh Indonesia.