DPRD Jateng Segera Bahas Tuntutan Buruh Terkait Kenaikan Upah dan Isu Kontrak

Selain itu, para buruh menegaskan penolakan mereka terhadap rencana Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) yang berupaya menghapus UMSK yang sudah berlaku di Jawa Tengah.

Wakil Ketua DPRD Jawa Tengah, Setya Ari Nugraha, memastikan aspirasi ratusan buruh dari Aliansi ABJAT akan dibahas serius. Tuntutan buruh terkait kenaikan upah, penghapusan sistem kerja kontrak, dan isu kesejahteraan lainnya akan segera dibahas dalam rapat komisi yang melibatkan OPD dan pengusaha.

SEMARANG, Banggasemarang.id – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Tengah menyatakan kesiapan untuk segera membahas tuntutan para buruh yang berunjuk rasa beberapa waktu lalu.

Wakil Ketua DPRD Jateng, Setya Ari Nugraha, memastikan aspirasi para buruh akan dibahas serius dalam rapat komisi yang melibatkan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan pengusaha terkait.

“Kami akan segera membahas tuntutan para elemen buruh dalam rapat komisi dengan melibatkan OPD dan pengusaha,” tegas Setya Ari Nugraha, seraya menambahkan bahwa aspirasi buruh adalah suara rakyat yang harus diperjuangkan.

Aksi unjuk rasa tersebut digelar pada Kamis (28/8/2025) di depan kantor DPRD Jawa Tengah. Aksi ini melibatkan ratusan buruh yang tergabung dalam Aliansi ABJAT, sebuah gabungan dari enam federasi serikat pekerja, yaitu FSPIP, FSPMI, FSPKEP, FSPFarkes, FSPAspek, dan Semarang Grobogan. Mereka menyuarakan sejumlah tuntutan strategis untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja.

Tuntutan utama yang disuarakan para buruh adalah penolakan terhadap upah rendah dan mendesak kenaikan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) tahun 2026 minimal sebesar 8,5 hingga 10,5 persen.

Selain itu, mereka juga menuntut penghapusan sistem kerja kontrak dan alih daya (outsourcing) yang dianggap tidak adil, serta penghentian praktik union busting. Para buruh juga mendesak agar Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) diberlakukan secara menyeluruh di seluruh wilayah Jawa Tengah.

Wakil Ketua DPRD Jawa Tengah, Setya Arinugroho, saat menyampaikan perlunya inovasi dalam pelestarian budaya. Ia mendorong digitalisasi dan kolaborasi dengan teknologi agar warisan budaya Jawa tetap relevan dan menarik bagi generasi muda.

Salah satu tuntutan yang menyorot perhatian adalah permintaan kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) menjadi Rp7,5 juta, agar para pekerja tidak terbebani pajak penghasilan yang terlalu tinggi.

Dalam orasinya, Ketua Umum FSPIP, Karmanto, menyampaikan kekecewaannya. Ia membandingkan kebijakan yang meminta tunjangan hingga Rp3 juta per hari untuk DPR RI, sementara banyak buruh di Jawa Tengah masih berjuang dengan upah rendah.

“Upah buruh di Jawa Tengah masih di angka terendah, sekitar Rp2,2 juta per bulan, jauh dari standar layak,” ujar Karmanto.

Selain itu, para buruh menegaskan penolakan mereka terhadap rencana Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) yang berupaya menghapus UMSK yang sudah berlaku di Jawa Tengah.

Respons cepat DPRD Jawa Tengah ini menunjukkan komitmen wakil rakyat untuk mendengarkan dan memperjuangkan hak-hak pekerja, dengan harapan dapat tercipta keadilan sosial dan kesejahteraan yang lebih baik bagi seluruh buruh di provinsi tersebut.