PHK Melonjak, Jateng Catat Angka Tertinggi Nasional

Menurut Arinugroho, krisis industri tekstil dan produk tekstil (TPT) menjadi pemicu utama melonjaknya angka PHK.

Wakil Ketua DPRD Jawa Tengah, Setya Arinugroho, mendesak pemerintah untuk bertindak cepat setelah Jawa Tengah mencatat angka PHK tertinggi di tingkat nasional, dengan lebih dari 10.965 pekerja terdampak hingga pertengahan tahun 2025.

SEMARANG, Banggasemarang.id — Jawa Tengah mencatat angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tertinggi secara nasional dengan lebih dari 10.965 pekerja terdampak hingga pertengahan tahun 2025.

Angka ini memicu keprihatinan serius dari berbagai pihak, termasuk Wakil Ketua DPRD Jawa Tengah, Setya Arinugroho, yang mendesak pemerintah untuk mengambil tindakan cepat.

Menurut Arinugroho, krisis industri tekstil dan produk tekstil (TPT) menjadi pemicu utama melonjaknya angka PHK.

Sektor ini yang selama ini menjadi andalan lapangan kerja di Jawa Tengah, kini menghadapi tantangan berat akibat keterlambatan adaptasi teknologi, perubahan tren pasar global, dan menurunnya daya saing. Arinugroho menyoroti masalah ini bukan hanya teknis, melainkan sistemik.

“Lonjakan PHK harus dijawab dengan langkah konkret dan kebijakan pro-pekerja. Jangan biarkan persoalan ini berlarut hingga meninggalkan banyak pekerja tanpa arah,” tegasnya pada Jumat (20/8/25).

Lonjakan PHK di Jawa Tengah membuat ribuan pekerja kehilangan pekerjaan. Menanggapi kondisi ini, Wakil Ketua DPRD Jawa Tengah, Setya Arinugroho, meminta pemerintah segera membentuk satuan tugas khusus untuk merespons krisis dan memastikan kepastian bagi para pekerja yang terdampak.

Ia menambahkan, perlunya sinergi antara dunia pendidikan vokasi dan industri untuk menciptakan sumber daya manusia yang siap kerja, sehingga dapat menahan laju investasi baru.

Salah satu solusi yang ditawarkan adalah pembentukan satuan tugas (task force) khusus PHK yang bertugas merespons cepat setiap kasus.

“Harus merespons cepat agar ribuan pekerja yang terkena PHK tidak dibiarkan menunggu tanpa kepastian,” tambahnya.

Selain itu, Arinugroho juga menyarankan penguatan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sebagai strategi jangka menengah, mengingat potensinya yang besar dalam menyerap tenaga kerja lokal.

Diversifikasi industri juga dinilai krusial untuk mengurangi ketergantungan pada sektor tekstil.

“Pemerintah seharusnya hadir bukan hanya sebagai pembuat aturan, tetapi juga sebagai fasilitator. Jika diberikan ruang untuk berkembang, UMKM bisa menjadi alternatif nyata dalam mengurangi angka pengangguran,”pungkasnya.