Soroti Rendahnya Literasi, DPR Harapkan Pemerintah Bersinergi Gandeng Masyarakat

Anggota Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih, menyoroti rendahnya tingkat literasi di Indonesia, khususnya di Jawa Tengah.

Anggota Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih, menyoroti rendahnya tingkat literasi di Indonesia, khususnya di Jawa Tengah.

JAKARTA, Banggasemarang.id – Anggota Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih, menyoroti rendahnya tingkat literasi di Indonesia, khususnya di Jawa Tengah.

Fikri menyebut, sinergi antarkementerian dan pelibatan masyarakat adalah kunci utama untuk meningkatkan tingkat literasi secara nasional.

Pernyataan tersebut disampaikan Fikri dalam kunjungan kerja Komisi X DPR RI ke Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah, di Semarang baru-baru ini.

Fikri mengungkapkan bahwa rendahnya tingkat literasi di Indonesia terbukti dari hasil survei yang dilakukan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).

“Kita harus berlapang dada bahwa ketika OECD survei pada 2022, kita berada di peringkat 60 dari 61 negara. Lalu, pada 2023, kita naik sedikit ke peringkat 70 dari 74 negara,” ujarnya dalam keterangannya Senin (28/7/2025) di Jakarta.

Ia menjelaskan bahwa meskipun survei OECD hanya mengukur usia 15 tahun, data tersebut dapat menjadi alat evaluasi untuk melihat kondisi literasi di Indonesia.

Fikri menambahkan, data yang disodorkan BPS Jawa Tengah menunjukkan bahwa provinsi tersebut masih mengkhawatirkan dari sisi literasi, numerasi, dan sains.

“Jawa Tengah sebagai miniatur Indonesia masih mengkhawatirkan,” tegas legislator Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dari daerah pemilihan (dapil) IX (Kota Tegal, Kabupaten Tegal dan Kabupaten Brebes) ini.

Untuk mengatasi permasalahan ini, Fikri mengusulkan adanya sinergi yang kuat antara berbagai lembaga pemerintah.

Ia mencontohkan, masyarakat bisa membentuk Taman Bacaan Masyarakat (TBM) dengan izin dari Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen).

Namun, yang merawat TBM tersebut adalah Perpustakaan Nasional.

“Sekarang ada tambahan dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, tetapi itu pun sentuhannya sedikit sekali,” keluhnya.

Fikri melihat, program literasi akan berjalan efektif jika pemerintah bersinergi secara menyeluruh dan melibatkan masyarakat.

“Faktanya, yang bergerak (meningkatkan literasi) banyak adalah masyarakat. Kalau kemudian pemerintah tidak peduli, tidak menyentuh, tidak mengajak diskusi dengan mereka, maka menjadi tidak relevan program-program pemerintah,” imbuh penulis buku “Darurat Literasi Indonesia: Urgensi Reformulasi Sinergi dan Kolaborasi” ini.

Oleh karena itu, Fikri mendorong agar ada koordinasi yang lebih baik antar kementerian, seperti Kementerian Desa, Perpustakaan Nasional, Kemendikdasmen, dan mungkin dikoordinasikan oleh Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, agar tercipta progres yang signifikan dalam peningkatan literasi.

“Bagaimana caranya supaya bersinergi satu dengan yang lain untuk meningkatkan tingkat literasi kita secara nasional,”pungkasnya.