SEMARANG, Banggasemarang.id — Di tengah deru informasi yang kian masif dan tak terbendung, kebutuhan akan jurnalisme yang akurat, kredibel, dan mudah diakses menjadi sebuah keniscayaan.
Pada Sabtu (26/7/2025) di Kota Semarang Bangga Semarang Community menegaskan komitmennya terhadap literasi media dengan menggelar “Kelas Konten: Menjadi Penulis Andal di Era Digital.”
Lokakarya komprehensif ini tak hanya menyelami kecanggihan teknologi, tetapi juga mengakar pada prinsip-prinsip dasar jurnalisme yang tak lekang oleh waktu.
Agung Setia Bakti, seorang pakar penulisan dan jurnalisme, membuka sesi pertama dengan paparan mendalam bertajuk “Jurnalisme untuk Semua: Menulis dengan Akurat dan Kredibel.”
Agung secara lugas menekankan bahwa jurnalisme bukanlah domain eksklusif segelintir elite, melainkan milik setiap individu dengan tujuan utama menyebarkan kebenaran.
“Jurnalisme adalah pilar demokrasi, dan akurasi adalah pondasinya,” tegas Agung.
Sesi ini kemudian mengupas tuntas elemen-elemen kunci yang membentuk berita berkualitas. Akurasi dan kredibilitas ditekankan sebagai fondasi tak tergoyahkan, terutama di tengah derasnya arus disinformasi.
Setiap detail, betapa pun kecilnya, berpotensi merusak reputasi jika tidak diverifikasi. Oleh karena itu, peserta diajarkan untuk senantiasa memeriksa fakta dengan cermat, menghindari asumsi, dan memastikan setiap informasi berasal dari sumber tepercaya.
Selain itu, pentingnya mengembangkan sensitivitas berita turut dibahas, yaitu naluri krusial dalam mengidentifikasi peristiwa yang layak diberitakan.
Diskusi meliputi kriteria seperti dampak, kedekatan dengan audiens, prominensi tokoh atau lokasi, nilai kebaruan, hingga potensi konflik. Semua bertujuan menajamkan insting jurnalis muda dalam melihat potensi cerita di balik setiap kejadian.
Struktur berita yang efektif juga menjadi pembahasan utama. Model piramida terbalik diperkenalkan sebagai fondasi penulisan, di mana informasi paling krusial disajikan di awal (Lead/Teras berita), diikuti detail pendukung (Body/Batang), dan informasi latar belakang di bagian akhir (Leg/Kaki).
Keterampilan wawancara tak luput dari perhatian; peserta dibekali berbagai teknik, mulai dari persiapan matang hingga etika berinteraksi, serta pentingnya mendengarkan aktif dan mencatat poin krusial.
Sebagai tahap akhir yang krusial, sesi ini menguraikan proses penyuntingan dan verifikasi. Setiap kata, frasa, dan fakta diperiksa ulang dengan teliti, mencakup pengecekan ejaan, tata bahasa, konsistensi data, dan verifikasi ulang semua fakta yang telah dikumpulkan.
Ini adalah benteng terakhir sebelum berita disajikan kepada publik, memastikan informasi yang murni dan tanpa cela.
Pada sesi kedua, peserta diajak melihat penulisan tak hanya sebagai tugas informatif, melainkan sebagai sebuah seni yang mampu mengikat emosi dan pikiran pembaca. “Sebuah berita yang bagus tidak hanya memberikan fakta, tetapi juga menceritakan kisah di baliknya,” ujar pemateri, membuka pandangan peserta terhadap dimensi lain dari penulisan.
Berbagai elemen penting dalam seni bercerita kemudian dibahas tuntas, salah satunya membangun narasi yang kuat. Peserta diajarkan cara mengidentifikasi awal yang menarik, bagian tengah yang membangun cerita, dan akhir yang memuaskan.
Selain itu, mengembangkan karakter dan latar juga menjadi fokus penting, di mana “karakter” bisa merujuk pada narasumber atau komunitas, dan “latar” adalah detail lokasi dan suasana yang membantu pembaca memvisualisasikan cerita.
Sesi ini juga menekankan penggunaan bahasa yang deskriptif dan evokatif. Pemilihan kata-kata yang tepat, penggunaan metafora, simile, dan bahasa figuratif lainnya dapat membuat tulisan terasa lebih hidup dan berkesan, dengan tetap menjaga objektivitas jurnalisme.
Teknik visualisasi dan sensori diajarkan agar pembaca dapat “melihat,” “mendengar,” “merasa,” bahkan “mencium” dan “merasakan” emosi yang digambarkan.
Tak kalah penting, dibahas pula seni memainkan emosi tanpa manipulasi. Sebuah cerita yang baik mampu membangkitkan berbagai emosi pada pembaca secara alami dari alur narasi itu sendiri, didukung oleh detail yang relevan dan otentik.
Terakhir, sesi ini menegaskan pentingnya sudut pandang yang jelas dan konsisten demi narasi yang fokus dan koheren. Dengan perpaduan akurasi jurnalistik dan keindahan seni bercerita, peserta diharapkan mampu menciptakan karya yang informatif dan abadi.
Sebagai pamungkas, lokakarya menyajikan materi mutakhir: “AI Sebagai Asisten Menulis: Cerdas, Cepat, dan Etis.”
Sesi ini secara lugas membahas bagaimana teknologi Kecerdasan Buatan (AI) telah merevolusi cara kerja penulis dan jurnalis, dengan tetap menempatkan etika dan sentuhan manusia sebagai prioritas utama.
Agung Setia Bakti kembali menjelaskan integrasi AI dalam alur kerja penulisan. Beliau memaparkan bahwa AI dapat menjadi asisten yang powerful, membantu mulai dari riset awal hingga penyempurnaan draf.
“AI membantu jurnalis mengolah data dan mengembangkan ide secara otomatis, sehingga proses produksi berita menjadi lebih efisien tanpa mengorbankan akurasi dan kedalaman,” ungkapnya.
Hasna, peserta dari Universitas Negeri Semarang, merasakan langsung manfaatnya.
“Acaranya bagus, bisa menambah pengetahuan kita mengenai penulisan artikel berita secara cepat bahkan hanya hitungan menit atau jam menggunakan teknologi AI, karena seperti yang kita tahu AI sekarang sedang menjadi tren di era kemajuan teknologi ini,” ujarnya.
Materi inti sesi ini menguraikan berbagai fungsi AI yang dapat dimanfaatkan. AI terbukti sangat membantu untuk riset dan mendapatkan ide tulisan, contohnya dengan prompt seperti “Jelaskan perkembangan teknologi blockchain di sektor perbankan Indonesia sejak 2020.”
Selain itu, AI juga berfungsi layaknya editor virtual yang cerdas, berguna untuk parafrase, koreksi tata bahasa, hingga peningkatan gaya bahasa. AI juga bisa berperan sebagai kamus sinonim untuk memperkaya diksi.
Sesi ini juga mengenalkan berbagai tools AI populer seperti ChatGPT sebagai AI Writer serbaguna, Gemini & Writeria untuk konten berbahasa Indonesia, serta HIX.
AI untuk pembuatan artikel berita cepat. Namun, yang terpenting, sesi ini tidak luput dari pembahasan mendalam mengenai etika dan batasan penggunaan AI.
Agung Setia Bakti menekankan bahwa akurasi dan verifikasi fakta tetap menjadi tanggung jawab mutlak jurnalis. AI, dengan segala kehebatannya, memiliki kerentanan terhadap bias data dan fenomena “halusinasi.”
Oleh karena itu, fact-checking manual dengan minimal 2-3 sumber tepercaya dan konfirmasi langsung ke narasumber resmi adalah langkah yang tidak boleh dilewatkan. Transparansi dalam penggunaan AI juga menjadi kunci esensial untuk menjaga integritas profesional.
Angito Abimanyu dan Kesya, peserta dari Universitas Negeri Semarang, turut merasakan manfaat pelatihan ini. Kesya menuturkan acara ini seru dan memberikan pemahaman baru tentang penggunaan AI.
“AI ternyata tidak sesederhana kita bertanya dan mendapat jawaban, tapi juga bisa mereview apa yang kita kerjakan. Penjelasan dari narasumbernya sangat membantu. Meski sudah berumur, gaya retorikanya modern dan mudah dipahami,” ungkapnya.
Muhammad Roihan Fadhil selaku panitia dari Bangga Semarang Community menegaskan komitmen komunitasnya mendukung generasi muda untuk terus belajar.
“Bangga Semarang mendukung penuh generasi muda untuk menjadi jurnalis dengan membuka kelas konten dan menghadirkan pemateri yang sudah berpengalaman. Apalagi di era AI ini, kita perlu beradaptasi dengan kemajuan teknologi,” ujarnya.
Sebagai penutup, seluruh rangkaian “Kelas Konten” ini menjadi pengingat kuat: di era digital yang dinamis ini, menjadi penulis andal berarti memadukan kecanggihan teknologi dengan kedalaman pemahaman manusia.
Dengan fondasi jurnalisme yang akurat dan kredibel, keindahan seni bercerita yang mampu menyentuh hati, dan pemanfaatan AI yang cerdas sekaligus etis, para peserta diharapkan mampu menghasilkan karya-karya yang tidak hanya informatif, cepat, dan relevan, tetapi juga berjiwa, serta berdampak positif bagi masyarakat. Ini adalah definisi baru dari seorang penulis andal di era digital yang kompleks.
Ditulis oleh: Falatansya Yoga Juana (Peserta Kelas Konten Batch-14)