SEMARANG, Banggasemarang.id – Senyum merekah di wajah para peserta Kelas Konten Batch-14 yang diselenggarakan oleh Bangga Semarang Community (BSC) di Kopi Tembalang, Kota Semarang, pada Sabtu (26/7/2025).
Di tengah obrolan santai, mereka menyadari bahwa di era banjir informasi digital saat ini, menulis bukan lagi sekadar merangkai kata.
Lebih dari itu, menulis adalah seni untuk merangkai fakta, emosi, dan cerita agar mampu menyentuh hati pembaca.
Untuk menjawab tantangan tersebut, komunitas yang berfokus pada pengembangan diri ini membekali 20 peserta—mulai dari mahasiswa, karyawan, hingga perwakilan pers kampus—dengan bekal penting dalam dunia kepenulisan modern.
Kegiatan ini berupaya memadukan keterampilan jurnalisme, seni penceritaan atau storytelling, dan penggunaan kecerdasan buatan (AI) yang etis.
Ketua Dewan Pembina BSC, Andiyono, menjelaskan bahwa acara ini merupakan bagian dari komitmen mereka untuk mendukung program literasi digital pemerintah.
“Kami berharap para peserta tidak hanya aktif, tetapi juga bisa berkontribusi di lembaga masing-masing, termasuk menjadi sukarelawan di komunitas kami,”ujar Andiyono.
Sebagai narasumber, hadir Agung Setia Bakti, seorang konsultan media dan mantan jurnalis senior yang berpengalaman.
Agung membuka sesi dengan menegaskan fondasi utama dalam dunia jurnalistik, yakni akurasi, objektivitas, keberimbangan, dan kejelasan.
Ia menekankan bahwa formula 5W+1H (Apa, Siapa, Kapan, Di mana, Mengapa, Bagaimana) adalah panduan wajib untuk memastikan setiap berita komprehensif dan memiliki kredibilitas.
Setelah membedah dasar jurnalistik, Agung beralih ke seni storytelling. Ia menjelaskan bahwa penceritaan bukan sekadar rangkaian fakta, melainkan perpaduan informasi, emosi, dan pengalaman manusia yang dikemas dalam bentuk cerita.
“Pembaca bukan hanya mengingat isu komoditas kopi, tetapi juga terhubung dengan perjuangan Joni menyekolahkan anak-anaknya,” jelas Agung.
Ia juga memaparkan teknik “Show, Don’t Tell” untuk membuat tulisan lebih hidup. Alih-alih menjelaskan secara langsung, teknik ini mendorong penulis untuk menggambarkan situasi melalui detail sensorik dan aksi.
Contohnya, daripada menulis “Gubernur marah,” lebih efektif jika ditulis “Gubernur menggebrak meja, suaranya meninggi saat menjawab pertanyaan wartawan.”
Di sesi terakhir, Agung memperkenalkan penggunaan AI, seperti ChatGPT, Gemini, dan HIX.
AI, sebagai asisten untuk meningkatkan efisiensi kerja. Namun, ia menekankan pentingnya etika dan integritas dalam penggunaannya.
“AI dapat menghasilkan informasi yang terlihat meyakinkan, namun sebenarnya tidak akurat atau menyesatkan. Sehingga verifikasi manual tetap diperlukan,”tegas Agung.
Agung juga berpesan agar para penulis tetap memberikan “sentuhan manusiawi” yang tidak bisa digantikan oleh AI, seperti empati, penilaian etis, dan kepekaan sosial-budaya.
Salah satu peserta, Purnandya Arya Aji Scornova dari LPM Legist FH Unnes, mengapresiasi acara ini.
Dia berharap dengan kombinasi workshop interaktif yang diprakarsai Komunitas Bangga Semarang, para peserta diharapkan dapat mengaplikasikan ilmu yang didapat untuk menghasilkan tulisan yang tidak hanya informatif, tetapi juga berdampak positif bagi masyarakat.
“Acaranya keren banget, seru banget, kami bisa berdiskusi banyak agar lebih efektif dan efisien dalam dunia jurnalistik di era AI. Saya berharap Bangga Semarang Community terus membagikan kebermanfaatan bagi banyak orang, bukan hanya di Semarang, tapi juga lingkup nasional,”katanya.