Cegah Beras Oplosan, Pemkot Semarang Optimalkan Kembali Program Srikandi Pangan

Oleh karena itu, di tengah isu peredaran beras oplosan, Pemkot Semarang berupaya menghidupkan dan mengoptimalkan kembali program tersebut.

Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang akan mengoptimalkan kembali program Srikandi Pangan sebagai upaya preventif terhadap peredaran beras oplosan yang sedang marak.

SEMARANG, Banggasemarang.id – Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang akan mengoptimalkan kembali program Srikandi Pangan sebagai upaya preventif terhadap peredaran beras oplosan yang sedang marak.

Program ini merupakan bentuk kolaborasi lintas sektor yang melibatkan peran aktif ibu-ibu PKK hingga tingkat Rukun Tetangga (RT).

Kepala Dinas Ketahanan Pangan (Dishanpan) Kota Semarang, Endang Sarwiningsih, menjelaskan bahwa Srikandi Pangan tidak hanya melibatkan PKK, tetapi juga Dinas Pendidikan, remaja, karang taruna, bahkan bapak-bapak.

“Srikandi Pangan itu kita kolaborasi memang dengan PKK, tetapi tidak hanya PKK. Kita juga melibatkan Dinas Pendidikan, para remaja, karang taruna, bahkan bapak-bapak juga,” kata Endang pada Senin (21/7/2025).

Meski program ini sudah pernah berjalan, Endang mengakui pelaksanaannya dinilai belum optimal.

Oleh karena itu, di tengah isu peredaran beras oplosan, Pemkot Semarang berupaya menghidupkan dan mengoptimalkan kembali program tersebut.

“Kalau dari dulu ada, ya mungkin kolaborasi ini mungkin sudah ada. Cuma kemarin itu mungkin masih belum optimal. Nah, ini kita optimalkan, kita satukan, kita gerakkan,” tuturnya.

Endang memaparkan, program Srikandi Pangan didasarkan pada empat pilar ketahanan pangan: ketersediaan, distribusi, pemanfaatan, dan stabilisasi. Dalam pelaksanaannya, para Srikandi akan diberdayakan untuk menjaga ketersediaan pangan mulai dari tingkat keluarga.

“Ketahanan pangan dimulai dari keluarga. Kalau setiap keluarga ini tahan pangan, maka RT akan tahan pangan, lalu RW, kelurahan, hingga kota,” ungkapnya.

Para Srikandi akan menjaga ketersediaan pangan melalui urban farming, pemanfaatan kebun Bahan Pangan Beragam, Bergizi Seimbang, dan Aman (B2SA), serta penggunaan lahan sempit dengan polybag atau karung.

Dengan menanam sendiri bahan pangan seperti cabai, bayam, kangkung, atau tomat, masyarakat diharapkan dapat menghemat pengeluaran, mengurangi ketergantungan pasar, dan menjaga asupan gizi.

Jika hasil panen berlebih, warga bisa menitipkan hasilnya ke kios pangan yang dibentuk di lingkungan masing-masing untuk dijual kembali dengan harga terjangkau. Endang menambahkan, program ini juga akan memanfaatkan sampah organik rumah tangga yang mencapai 68 persen dari total sampah.

Srikandi Pangan diharapkan mampu mengelola sampah tersebut menjadi kompos, pupuk maggot, atau keperluan pertanian lainnya, sekaligus mengurangi beban Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang kini hampir penuh.

Selain itu, Srikandi Pangan juga diarahkan untuk mengedukasi masyarakat agar tidak boros pangan. Endang mencontohkan, sisa nasi dari hajatan atau acara keluarga bisa diolah kembali menjadi menu bernilai ekonomis seperti bubur Manado, empek-empek, atau bubur talam.

“Jadi kalau kita tanam berarti kita metik sendiri, berarti kita tahu bahwa tidak ada pestisida yang melekat pada sayur-sayur ataupun bahan pangan yang akan kita konsumsi. Kemudian yang pilar keempat adalah stabilisasi. Nah, stabil ini dengan adanya pangan yang tersedia di keluarga ini,” pungkasnya.