SEMARANG, Banggasemarang.id — Pemerintah Kota Semarang berencana mengembangkan wilayah Tambakrejo, Kelurahan Tanjung Mas, menjadi destinasi ekowisata mangrove. Upaya ini dilakukan untuk melestarikan lingkungan pesisir sekaligus mendongkrak perekonomian masyarakat sekitar.
Wali Kota Agustina mengatakan, potensi penanaman mangrove di Tambakrejo sangat besar dan bisa dikembangkan menjadi daya tarik wisata.
Menurutnya, konsep ekowisata ini tidak hanya akan menjaga keberlanjutan lingkungan, tetapi juga menawarkan pengalaman baru bagi pengunjung.
“Saya melihat potensi penanaman mangrove di sini bisa dikembangkan lagi menjadi destinasi ekowisata,” kata Agustina saat meninjau lokasi pada Sabtu (12/7/2025).
Pengembangan destinasi wisata ini dilandasi dua pertimbangan utama. Pertama, untuk meningkatkan perekonomian masyarakat pesisir melalui sektor pariwisata.
Kedua, sebagai langkah proaktif dalam melestarikan ekosistem pantai, khususnya untuk menanggulangi ancaman abrasi yang semakin nyata.
“Ekowisata mangrove ini bisa menjadi daya tarik baru sehingga tidak hanya menjaga lingkungan yang berkelanjutan, melainkan pengunjung bisa menikmati spot-spot menarik dan mengungkit perekonomian masyarakat,” ujarnya.
Sebagai bentuk keseriusan, Agustina telah meminta berbagai instansi terkait, mulai dari kelurahan, kecamatan, hingga perangkat daerah, untuk segera menyusun masterplan pengembangan ekowisata.
Dalam penyusunan masterplan, analisis daya dukung dan daya tampung lingkungan menjadi hal yang wajib diperhatikan.
Agustina menjelaskan, setelah semua persiapan selesai, Pemerintah Kota Semarang akan mengalokasikan anggaran pertama pada tahun 2026. Setelah itu, pengelolaan wisata sepenuhnya akan diserahkan kepada masyarakat.
“Setelah semua siap dan lengkap, pada tahun 2026, Pemerintah Kota Semarang akan mendukung dalam bentuk penganggaran kali pertama. Selebihnya, wisata mangrove akan dikelola oleh masyarakat,” imbuhnya.
Dalam pengembangan konsep wisata, Agustina menekankan pentingnya melibatkan masyarakat. Ia ingin konsep yang dibangun merupakan hasil rembukan bersama.
“Saya tidak bisa memutuskan (konsepnya). Justru lebih bagus kalau membangun bersama, melibatkan dan memberdayakan masyarakat itu sendiri,” ucapnya.
Menurutnya, dengan melibatkan masyarakat sejak awal, mereka akan merasa memiliki dan ikut bertanggung jawab terhadap kelangsungan ekowisata ini.
Agustina juga mengungkapkan, pengembangan ekowisata ini akan melibatkan kolaborasi dengan pihak lain, seperti Rotary Club dan Keuskupan Agung Semarang, yang memiliki program serupa dalam pelestarian lingkungan. Menurutnya, kolaborasi merupakan kunci agar pengembangan wisata mangrove dapat terus berkelanjutan.
“Ini harus seiring dan selaras, jadi tidak sendiri-sendiri,” pungkas Agustina.