SEMARANG, Banggasemarang.id – Kota Semarang memiliki sejumlah hotel bersejarah dengan arsitektur era Belanda. Tak terkecuali eks Hotel Inna Dibya Puri yang terletak di Jalan Pemuda nomor 11 atau lebih tepatnya di depan Metro Park Hotel, Kota Semarang.
Bangunan ini dibangun pada tahun 1847 dan awalnya merupakan villa berlantai dua. Setelah itu, diubah menjadi hotel. Perubahan lokasi ini tidak terlepas dari acara yang disebut “Koloniale Tentoonstelling”, sebuah pameran terbesar di Asia Tenggara yang diadakan di Semarang, pada tahun 1914. Untuk itulah, pada tahun 1913 dilakukan pembenahan yang besar-besaran guna menyambut kedatangan para pengunjung dengan baik.
Hotel tersebut juga memiliki kisah menarik pada era kejayaannya, konon Inna Dibya Puri merupakan hotel termewah pada 1970-1980an.
Pada masa lalu, jumlah kamar yang tersedia adalah sebanyak 62 kamar. Sebanyak 56 kamar dialokasikan untuk penginapan tamu, sementara bagian ruangan lainnya digunakan sebagai kantor manajemen. Kamar-kamar tersbeut juga memiliki beberapa kategori yang terdiri dari kelas ekonomi, medium switch, puri switch, serta kelas VVIP. Untuk pilihan makanan yang ditawarkan, sebagian besar adalah masakan tradisional lokal, seperti sayur lodeh dan hidangan khas setempat lainnya.
Sebagai hotel bersejarah yang didirikan oleh seorang arsitek Belanda, Hotel Dibya Puri memiliki sekitar 135 orang pegawai selama masa operasinya. Akan tetapi, pada tahun 2008 saat periode penutupan, jumlah karyawan yang masih bekerja tinggal 33 orang.
Selain itu, pelayanan di hotel ini juga sangat istimewa. Sebagai gambaran, pada masa itu hotel ini menyiapkan 80 ekor kuda yang dilengkapi dengan 50 gerbong kereta kuda sebagai sarana transportasi. Selain itu, terdapat juga 12 mobil yang dapat disewa oleh tamu jika mereka ingin melakukan perjalanan.
Dalam hal letak, hotel ini jelas berada di kawasan Kota Lama, yang dulunya merupakan pusat kota, dekat dengan Stasiun Tawang dan Tanjung Mas, yang memberikan akses mudah ke mana pun. Kantor pos yang dekat dengan Du Pavilion juga sangat penting. Kantor pos adalah cara yang paling umum untuk berkomunikasi pada masa itu.
Catatan peristiwa sejarah
Sejarah panjang hotel ini tidak lepas dari pertempuran 5 hari di Semarang. Menurut arsip Suara Merdeka edisi Jumat (2/6/1976) yang ditulis Amin Budiman, saat itu para pemuda Semarang menjadikan tempat itu sebagai tempat berlindung ketika terjadi gesekan dengan Jepang. Beberapa bagian hotel rusak akibat tembakan pasukan Jepang.
Lobi hotel ini diduga menjadi tempat pertemuan yang dihadiri tokoh-tokoh seperti Gubernur Jawa Tengah, Wongsonegoro bersama pihak sekutu untuk mengakhiri pertempuran 5 hari tersebut.
Setelah kemerdekaan Indonesia, kepemilikan hotel ini sering berganti tangan. Saat ini, PT memiliki kepemilikan atas hotel Dibya Puri. Natour adalah Badan Usaha Milik Negara yang memiliki fokus pada pengelolaan hotel yang merupakan aset warisan dari era kolonial Belanda.