Wakil Ketua DPRD Jateng: Kekeringan Bukan Musiman, Tapi Alarm Ekologi

WAKIL KETUA DPRD Jateng, Setya Ari Nugroho, menegaskan bahwa kekeringan yang melanda sejumlah wilayah di Jawa Tengah bukan sekadar masalah musiman, melainkan alarm ekologi yang membutuhkan kesiapsiagaan dan perencanaan matang.

BANYUMAS, Banggasemarang.id – Wakil Ketua DPRD Jawa Tengah, Setya Arinugroho menyampaikan Himbauan kepada masyarakat untuk bersiap menghadapi bencana alam kekeringan yang diprediksi melanda sejumlah wilayah di Jawa Tengah, dalam kurun waktu musim kemarau ini.

Pada kondisi sebelumnya, Jawa Tengah mengalami krisis air yang tidak hanya mengganggu sektor pertanian, tetapi juga berdampak pada ketresediaan air bersih dan meningkatkan tekanan sosial di masyarakat.

“Ini bukan cuma masalah tahunan, melainkan alarm bahwa kita harus meningkatkan kesiapsiagaan, perencanaan, dan investasi dalam sistem pengelolaan air serta perlindungan lingkungan yang berkelanjutan,”tegas Ari, Minggu (25/5/2025).

Data dari BMKG dan BPBD Jawa Tengah mencatat bahwa lebih dari 20 daerah kabupaten/kota mengalami penurunan curah hujan yang signifikan.

Beberapa wilayah pertanian utama seperti Grobogan, Blora, Wonogiri, hingga Rembang menjadi yang paling terdampak. Akibatnya, ribuan hektare pertanian terancam gagal panen, sementara akses air bersih di desa-desa mulai menyusut drastis.

Menanggapi kondisi tersebut, Setya Ari menekankan bahwa DPRD Jawa Tengah telah mendorong sejumlah langkah strategis. Mulai dari percepatan distribusi bantuan air bersih oleh BPBD dan PDAM, hingga pemetaan digital wilayah rawan kekeringan untuk intervensi yang lebih akurat dan cepat.

BMKG memprediksi bahwa Sebagian besar wilayah di Indonesia mengalami curah hujan tahunana dalam kategori normal.

SIAGA KEKERINGAN: Jawa Tengah bersiap menghadapi ancaman kekeringan yang diprediksi melanda sejumlah wilayah. DPRD Jateng menyerukan perlunya strategi jangka panjang dan kolaborasi semua pihak untuk membangun ketahanan iklim.

Namun ada beberpa wilayah yang akan mengalami curah hujan di bawah normal, termasuk Sebagian kecil wilayah Sumatera, Jawa, Kalimantan, NTT, Sulawesi, Maluku dan Papua. Kondisi ini berdampak pada sektor pertanian, terutama di daerah sentra produksi pangan.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024 menunjukan bahwa sejumlah wilayah di Jawa Tengah mengalami kekeringan. Beberapa daerah yang terdampkan paling parah adalah Blora dengan 87 desa, disusul oleh Grobogan dengan 71 desa. Daerah lain yang juga mengalami kekeringan antara lain Cilacap, banyumas, Purbalingga, Banjarnegara, Kebumen, Purworejo, Magelang, Boyolali, Klaten, Sragen, Rembang, Pati, Demak dan lain-lain.

Pada kondisi tersebut, Ari merekomendasikan penyesuaian pola tanam serta pengelolaan sumber daya air yang lebih efisien untuk mengantisipasi potensi penurunan produktivitas pada hasil panen.

Selain itu, ia juga menyoroti pentingnya revitalisasi embung dan infrastruktur air lainnya dengan melibatkan langsung masyarakat desa.

DPRD mendorong sinergi antara berbagai dinas seperti pertanian, lingkungan hidup, hingga pekerjaan umum (PU) untuk menyusun strategi jangka panjang menghadapi krisis air dan pertanian.

Menurutnya, edukasi publik tentang konservasi air juga tak kalah penting. Masyarakat harus mulai dilibatkan dalam gerakan menjaga sumber mata air, mengurangi pemborosan, dan turut aktif dalam pelaporan wilayah terdampak ke pemerintah.

“Anggaran harus diarahkan untuk memperkuat ketahanan iklim dari level desa. Kita enggak bisa terus-terusan reaktif. Harus mulai dari perencanaan matang yang tahan jangka panjang,” tambahnya.

Penyebab kekeringan yang menjumpai sejumlah daerah di Jawa Tengah bervariasi. Banyak dari wilayah provinsi Jawa Tengah terdampak Suhu Muka Laut yang lebih hangat dari Normal atau yang kita kenal dengan fenomena alam El Nino. BMKG mencatat bahwa suhu muka laut di wilayah Indonesia cenderung lebih hangat dari normal hingga September, yang mana kondisi ini akan memperngaruhi cuaca lokal.

Selain itu musim kemarau tahun 2025 di Indonesia diprediksi akan berlangsung lebih singkat dari biasanya di Sebagian besar wilayah.

Namun puncak musim kemarau diperkirakan pada Juni hingga Agustus 2025, dengan wilayah-wilayah seperti Jawa bagian tengah hingga timur mengalami puncak kekeringan pada Agustus.

Sebagai bentuk tanggung jawab kelembagaan, DPRD Jawa Tengah mendorong beberapa langkah strategis:

  1. Percepatan distribusi bantuan air bersih melalui BPBD dan PDAM setempat, dengan dukungan anggaran yang fleksibel dan responsif.
  2. Pemetaan wilayah rawan kekeringan secara digital berbasis data geospasial untuk memudahkan intervensi tepat sasaran.
  3. Revitalisasi embung, sumur resapan, dan jaringan irigasi dengan melibatkan masyarakat dan lembaga desa.
  4. Sinergi lintas sektor antara dinas pertanian, lingkungan hidup, dan PU dalam merancang sistem pertanian adaptif dan ketahanan air jangka panjang.
  5. Peningkatan edukasi publik tentang konservasi air dan perlindungan sumber mata air.

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) sudah berupaya sebelumnya untuk menghadapi kekeringan yang dialami sejumlah daerah. Hingga agustus per 2024 BPBD Jawa Tengah mendistribusikan air bersih ke wilayah-wilayah yang terdampak kekeringan. Sekitar

Sebagai perwakilan rakyat, Ari menegaskan bahwa pihaknya akan mengawal ketat pelaksanaan program-program mitigasi dan adaptasi, khususnya untuk masyarakat desa yang paling terdampak. DPRD juga akan memastikan pengawasan dan alokasi anggaran dilakukan secara transparan dan tepat sasaran.

Setya Ari Nugraha juga menyerukan agar masyarakat ikut berperan aktif dengan menjaga lingkungan, menanam pohon, menghindari pemborosan air, serta melaporkan wilayah terdampak kekeringan kepada pihak terkait untuk percepatan penanganan.

Sebagai wakil rakyat, ia menegaskan komitmennya untuk terus mengawal kebijakan publik yang berpihak pada kesejahteraan rakyat, terutama dalam menghadapi krisis ekologi yang semakin nyata.

“Kami di DPRD tidak tinggal diam. Kami mendorong pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk bergerak cepat, tanggap darurat tapi juga berpikir jangka panjang. Kekeringan bukan hanya urusan hari ini, tapi tentang bagaimana kita menyiapkan Jawa Tengah yang tangguh terhadap perubahan iklim,” ujar Setya Ari.

Ia mengajak seluruh pihak untuk bersama-sama mengambil peran dalam menghadapi situasi ini. Mulai dari pemerintah daerah, masyarakat sipil, hingga sektor swasta, semuanya harus berkontribusi dalam membangun sistem ketahanan air yang lebih kuat dan adil.

“Kalau masyarakat sudah kesulitan air, itu tandanya negara harus lebih cepat hadir. Kita harus bangun strategi jangka panjang agar Jateng enggak jadi langganan kekeringan tiap tahun,” pungkasnya.