JAKARTA, Banggasemarang.id – Anggota Komisi VIII DPR RI Dr Abdul Fikri Faqih meminta Pemerintah RI melalui Kementerian Sosial (Kemensos) untuk memastikan kejelasan status dari Taruna Siaga Bencana (Tagana).
Hal itu disampaikan oleh pria yang akrab disapa Fikri ini usai Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Forum Koordinasi Tagana Provinsi Jawa Tengah, Kamis (31/10/2024) di ruang komisi VIII DPR RI Senayan.
“Pada RDPU tersebut, saya meminta kejelasan status dari Tagana, karena mereka didata sebagai Sumber Daya Manusia (SDM) Kesos, tetapi dalam anggarannya dari APBD bukan dari APBN menurut Permensos nomor 29 tahun 2008, padahal sertifikasi dan sebagainya dari pusat,”kata Fikri dalam keterangannya, Sabtu (2/11/2024) di Jakarta.
Dalam RDPU tersebut, sejumlah Tagana menyampaikan kesejahteraannya sangat jauh dari harapan. Dimana dalam 10 tahun terakhir mendapatkan tali asih Rp250 ribu per bulan dan keluar 6 bulan sekali. Sementara di DTKS anggota Tagana dihapus karena masuk dalam SDM Kesos.
Tingginya risiko tugas yang dihadapi dan besarnya beban tugas yang ada pada relawan Tagana berbanding terbalik dengan insentif yang mereka dapatkan sebagai relawan tersebut. Meskipun insentif yang didapatkan sebagai relawan sangat tidak sebanding dengan beban kerja yang dilaksanakan.
Padahal, seluruh personel Tagana harus siap digembleng untuk meningkatkan kapasitas dalam aspek kebencanaan sebagai konsekuensi.
Selain itu para Tagana juga menyampaikan aspirasi agar pemenuhan bantuan sarana prasarana untuk penujang jalannya Tagana di saat bencana, sebelum bencana dan sesudah bencana.
Atas kondisi itu, Fikri meminta Pemerintah melalui Kemensos harus memberikan kejelasan status dan kewenangan yang jelas.
“Atas tanggung jawab siapa Tagana itu? Pusat, Provinsi atau Kabupaten/Kota? Atau dibagi secara konkuren atas ketiga tingkat pemerintahan itu?,”tanya legislator Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ini.
Kewenangan tersebut, salah satunya, imbuh Fikri, adalah terkait spesifikasi dan sertifikasi masing-masing.
Dengan kewenangan yang jelas, kata Fikri, kalau ada bencana jangan sampai tidak saling tanggung jawab atau sebaliknya hanya klaim saja. “Karena program dan locusnya sama, karena ini lembaga pemerintah, jangan main-main,”ujarnya.
Hal lain yang perlu diperhatikan terkait Tagana, ujar Fikri, adalah kewenangan soal aset atau alat yang menjadi operasional Tagana.
“Jangan sampai seperti kasus guru, tidak boleh ada guru honorer, tetapi faktanya ada dan mengajar di sekolah negeri, tapi diangkat PPPK juga tidak, lantas itu apa namanya? sementara dia tetap mengajar, saya kira demikian juga dengan Tagana, status, kewenangan hingga kesejahteraan harus jelas, termasuk jaminan sosial Tagana,”pungkasnya.